SEEKOR kucing mendadak bertingkah pada saat Nabi
SAW sedang menjalankan shalat pada suatu malam. Suara meongnya terdengar
memekakkan telinga. Si “macan kampung” ini mencoba menjahili Rasulullah dengan
tujuan agar konsentrasi Beliau terganggu. Lalu ditangkaplah kucing tadi yang
ternyata merupakan jelmaan setan.
Semula Nabi SAW hendak mengikat setan
yang berwujud kucing itu pada sebuah tiang di masjid sampai menjelang pagi agar
para sahabat dapat melihatnya. Tapi, Rasulullah teringat apa yang dikatakan Nabi
Sulaiman: “Tuhan, ampunilah aku, dan anugerahkanlah kepadaku kerajaan yang
tidak dimiliki oleh seorang pun jua sesudahku. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha
Pemberi.” (Ash-Shad:35). Demikianlah menurut riwayat Abdurrazzaq. Rupanya,
setan memang tak kenal putus asa untuk selalu mengganggu Nabi SAW. Padahal,
Al-Qadhi Iyadh berkata: "Ketahuilah, bahwa seluruh umat berijma' (sepakat) kalau
Nabi SAW itu dilindungi dan terpelihara, serta disucikan Allah dari segala macam
gangguan dan bisikan setan, baik tubuhnya maupun hatinya."
Simak saja,
sebuah hadist yang diriwayatkan Abu Darda', iblis datang membawa nyala api yang
hendak dilemparkan ke wajah Rasulullah SAW ketika sedang shalat. Maka beliau
bertaawudz, meminta perlindungan Allah dari kejahatan makhuk yang terkutuk itu.
Begitu juga ketika Nabi SAW sedang melakukan perjalanan Isra' pada malam hari,
Beliau dihadang oleh iblis dengan api. Maka Jibril mengajarkan Rasulullah doa
yang langsung dibacanya. Padamlah api itu lalu rontok menjadi abu yang
bertebaran, sebagaimana yang diriwayatkan Malik dalam
Al-Muwaththa.
Hadist serupa juga diriwayatkan 'Aisyah dan lain-lainnya.
Dalam beberapa riwayat disebutkan, bukan sekali dua kali setan mencoba
menghadangnya untuk memadamkan cahaya dan mengganggunya di berbagai tempat.
Namun setelah gagal dan putus asa, mencoba mengganggunya di waktu beliau sedang
shalat. Dan pernah ditangkap dan ditindak oleh Nabi SAW.
Oleh karena
setan tidak bisa mengganggu secara langsung, maka ia memperalat musuh-musuh
Rasulullah. Seperti yang termaktub dalam sebuah riwayat, bahwa pada malam hijrah
Nabi SAW, Quraisy berembuk dan bersekongkol merencanakan pembunuhan Beliau dalam
sebuah pertemuan.
Ada lagi, suatu kali, iblis menyamar sebagai orang tua
yang datang dari Najed. Di lain kesempatan, iblis menyamar sebagai Suraqah bin
Malik waktu perang Badar. Tentang masalah ini, Allah berfirman: “Dan ketika
setan menjadikan mereka yang dapat menang terhadap kamu pada hari ini, dan
sesungguhnya Aku ini adalah pelindungmu. Maka tatkala kedua pasukan itu telah
saling berhadapan, setan itu balik ke belakang seraya berkata: Sesungguhnya
aku lepas darimu, sesunguhnya aku dapat melihat apa yang tidak dapat kau lihat,
sesungguhnya aku takut kepada Allah dan Allah itu sangat keras siksanya.”
(Al-Anfal: 48).
Sebelum peristiwa itu, yakni pada waktu
berlangsungnya baiat yang populer dalam sejarah disebut Baitul Aqabah sebelum
Nabi SAW hijrah. Untuk menghadapi seabrek godaan setan itu, Nabi SAW tetap
terlindung dan terpelihara dari segala macam rongrongan dan kejahatan. Misalnya:
tatkala Nabi SAW sedang minum obat, ada yang berkata kepadanya: “Kiranya
penyakit yang dideritanya itu sejenis paru-paru.” Beliau spontan menjawab:
“Tidak, itulah dari setan, sedang setan tidak dibiarkan oleh Allah berbuat
sesuatu terhadap diriku.”
Di sisi lain, mungkin muncul pertanyaan
bagaimana dengan firman Allah: “Dan jika engkau ditimpa sesuatu godaan, maka
berlindunglah kepada Allah sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui.” (Al-A'raf: 200). Maksud ayat itu bukan tertuju khusus kepada
Nabi SAW, tapi kepada umatnya, seperti perintah-perintah lain, yang menurut
susunan kalimatnya seakan-akan dihadapkan kepada Nabi SAW. Namun yang dituju
adalah umatnya.
Demikian pula firman Allah: “Dan Kami mengutus sebelum
kamu seorang Rasul pun, dan tidak pula seorang Nabi, melainkan apabila ia
mempunyai suatu keinginan, setan pun memasukkan godaan-godaan terhadap
keinginan-keinginan itu, Allah menghilangkan apa yang dimasukkan oleh setan itu,
Allah menguatkan ayat-ayat-Nya, dan Allah Maha Mengetahui dan Maha
Bijaksana.”
Dalam menafsirkan ayat yang satu ini, banyak ulama
tergelincir karena kalimat (tamanna) diartikan membaca. Sebagai dalilnya
dikemukakan kisah Al-Gharanieq yang bohong dan isapan jempol semata, baik
dilihat dari segi akal maupun naqal.
Tahukah anda apakah kisah
Al-Gharanieq itu ? Itu sebuah kisah yang sengaja diselundupkan oleh musuh-musuh
Islam, yang kemudian termakan oleh sebagian orang. Konon, Nabi SAW pernah
membaca surat Wannajmi hingga sampai ke ayat: Pantaskah kalian menganggap
Al-Latta, Al-Uzza, dan Al-Manat ketiganya yang paling kemudian. Lalu meluncurlah
dari mulut Nabi SAW sebagai tambahan kalimat-kalimat: “Itulah berhala-berhala
tinggi yang diharapkan syafaatnya.” Setelah itu, maka Nabi SAW sujud dan diikuti
oleh orang-orang Islam, serta berhala-berhalanya”.
Dalam riwayat yang
lain, setanlah yang menginginkan kata-kata itu melalui lidah Nabi SAW karena
Beliau menginginkan sesuatu yang dapat mendekatkan dirinya kepada kaumnya. Maka,
setelah kejadian itu hati beliau menjadi sedih, dan Allah menurunkan ayat
tersebut untuk menghibur kegundahan hati Nabi SAW. Demikianlah kisah-kisah
bohong yang sengaja dihembuskan oleh musuh-musuh Islam mengenai kisah
Al-Gharanieq.
Tafsiran ayat itu yang benar dan sah seperti yang diuraikan
oleh As-Syaikh Abdul Aziz Ab-Dabbagh, bahwa Allah tidak mengutus seorang Rasul
atau Nabi melainkan Rasul itu mengharapkan sepenuhnya dan menginginkan dengan
sungguh-sungguh agar umatnya beriman. Sebagaimana firman Allah: “Maka,
barangkali kamu membinasakan dirimu, karena bersedih hati, sesudah mereka
berpaling sekiranya mereka tidak beriman kepada keterangan ini.” (Al-Kahfi:
6).
Dalam surat Yunus: 103: “Dan sebagian besar manusia tidak
beriman, walaupun kamu sangat mengingnkannya.” Juga di dalam surat Yunus:
99: “Apakah kamu hendak memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-orang
yang beriman semuanya.”
Umat yang dihadapi para Nabi dan Rasul itu
berbeda-beda, seperti firman Allah: “Akan tetapi mereka berselisih, maka
diantara mereka ada yang beriman, dan ada diantaranya yang kafir.” (Al-Baqarah:
253).
Begitulah polah tingkah setan yang sudah berjanji kepada Allah
untuk selalu menggoda manusia terus berlanjut sampai kiamat tiba. Sebuah hadist
dari Ibnu Mas'ud, bahwa Nabi SAW bersabda: “Tak seorang pun diantara kalian,
melainkan Allah mengikutsertakan kepadanya seorang jin dan malaikat.” Ada
sahabat yang bertanya: “Apakah engkau juga demikian, ya Rasulullah ?” Nabi
menjawab, “Juga aku. Hanya saja Allah menolongku, maka aku terlindung dari
gangguannya.”
Meskipun Allah sudah menggaransi untuk melindungi Nabi SAW
dari gangguan setan, toh Rasulullah secara tegas tetap menyatakan perang dengan
setan, sekaligus memberi teladan bagaimana cara kita menghadapi setan, yakni
hanya dengan memohon perlindungan kepada Allah. Tentu, sebagai umatnya kita pun
harus pegang prinsip tak ada kompromi dengan setan. (SNY- sumber: Insan
Kamil/fosmil)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar