Dibandrol Rp 75 Juta, “Berdzikir Bersama Inul”
Belum Laku
Reporter : Budi Sugiharto
detikcom - Surabaya, Surabaya heboh
karena “Berdzikir Bersama Inul”. Meski mengundang kehebohan, namun tak juga
mendorong lukisan karya KH Mustofa Bisri itu langsung laku. Lukisan yang
dibandrol Rp 75 juta itu hingga Jumat (7/3/2003) belum terjual juga.
Lukisan itu masih terpajang di lokasi pameran Pekan Muharram 1424 H di
Mesjid Agung Al Akbar, Surabaya. Sejak pameran dibuka pada 4 Maret lalu. Selain
“Berdzikir Bersama Inul”, Gus Mus , begitu ulama NU ini akrab dipanggil, juga
memamerkan lukisannya yang berjudul “Ayat Kursi” dan “Allah”. Dan kedua lukisan
itu juga dibandrol dengan harga sama dengan lukisan Inul, yaitu Rp 75 juta.
Lukisan yang juga menyedot perhatian khalayak adalah karya Danarto yang
berjudul “Gitu Aja Kok Repot”. Lukisan yang menggambarkan Gus Dur tertawa tengah
dibisiki malaikat itu diberi label Rp 300 juta. Belum laku juga.
Gubernur Jatim Imam Utomo pada pembukaan pameran menyatakan
ketertarikannya untuk memborong lukisan Gus Mus yang berjudul Ayat Kursi dan
Allah. Namun setelah diberitakan media massa, niat itu dikabarkan batal. “Belum
ada kepastian,” kata Wakil Ketua Panitia Abdullah Zaim.
Sekadar
diketahui, lukisan “Berdzikir Bersama Inul” sempat memancing emosi sebagian
warga Surabaya. Akibatnya, Masjid Al Akbar yang masih kinclong itu pun diancam
dibakar pada Kamis kemarin. Pameran Pekan Muharram 1424 H akan berakhir Minggu,
9 Maret. Tertarik beli?
Hadapi Ancaman, Gus Mus Memilih Bersikap Dingin
Reporter : Budi Sugiharto
detikcom - Surabaya, Mustofa Bisri atau
yang lebih dikenal dengan sebutan Gus Mus menanggapi dingin ancaman bakar
terhadap Masjid Al Akbar karena memajang lukisan Inul Daratista yang dibuatnya.
“Kalau nggak begitu bukan orang Indonesia yang sukanya ngancam,” kata Gus Mus.
Begitu juga dengan permintaan penurunan lukisan Inul, Gus Mus malah
berseloroh sehingga membuat pengunjung tertawa. “Nanti kalau sudah selesai
diturunkan sendiri,” kata Gus Mus di sela-sela acara Pekan Muharram 1424 H di
Mesjid Agung Al Akbar, Surabaya, Kamis (6/3/2003)
Gus Mus menilai
masyarakat kita sudah terlanjur dididik untuk memperhatikan dan memburu daging,
sehingga dalam memandang masalah Inul jadi demikian. “Inul adalah daging paling
sip, jadi semua suka sama Inul sekarang,” ujar Gus Mus.
Sementara itu
suasana di Masjid Al Akbar pengunjung terus berdatangan untuk melihat lukisan
Inul Daratista yang dibuat Gus Mus yang dipamerkan di lantai II. Lukisan
tersebut akan dijual dengan harga Rp 75 juta.
(mar)
Karena
Lukisan Inul, Mesjid Al Akbar Diancam Dibakar
Reporter : Budi Sugiharto
detikcom - Surabaya, Gara-gara lukisan “Berdzikir Bersama Inul” karya KH
Mustofa Bisri yang dipamerkan di acara Pekan Muharram 1424 H di Mesjid Agung Al
Akbar, Surabaya, pengurus mesjid menerima ancaman dari kelompok tertentu yang
mengatasnamakan pemuda Islam.
Isi ancamannya, pemuda Islam akan marah
dan membakar mesjid jika panitia tidak menurunkan lukisan karya tersebut.
Ancaman itu diterima pengurus mesjid melalui telepon pukul 13.00 WIB, Kamis
(6/3/2003).
Menurut Wakil Ketua Panitia Pekan Muharram 1424 H, Abdullah
Zaim, saat menghubungi pengurus mesjid, sang penelepon gelap mengaku bernama
Abdullah. Ia mendesak panitia segera mencopot lukisan yang dipamerkan di ruang
Ash Shoffa, lantai 2 mesjid Al Akbar, tersebut. “Jika tidak pemuda Islam marah
dan akan membakar mesjid,” kata Zaim menirukan ancaman si penelpon gelap.
Bahkan Abdullah sempat meninggalkan nomor telepon dengan kode area Solo.
Tapi saat coba dihubungi Zaim, nomornya tulalit.
Menurut Zaim, meski ada
ancaman, hingga kini pihaknya tidak akan menuruti kemauan si penelepon gelap
itu. “Kita tetap berkoordinasi dengan aparat keamanan. Itu hanya perbuatan orang
iseng,” katanya.
Pekan Muharram 1424 H di Mesjid Al Akbar itu
diselenggarakan Harian Duta Masyarakat, 4-9 Maret 2003. Selain KH Mustofa Bisri
alias Gus Mus, juga dipamerkan lukisan karya Danarto, Djoko Pekik, (alm) Amang
Rahman, Zawawi Imron dan lain-lain.
Selain itu, ada pula pameran foto,
orasi budaya, parade puisi, diskusi lingkungan hidup dan agama, orasi politik
dari mantan Presiden Gus Dur pada 8 Maret mendatang. Acara akan ditutup oleh
pagelaran wayang kulit.
Sejak dibuka oleh Gubernur Jatim Imam Utomo,
lukisan Gus Mus itu memang banyak menyedot perhatian pengunjung Pekan Muharram.
Pasalnya, di tengah pro kontra masyarakat terhadap goyangan ngebor Inul
Daratista.
Lukisan yang dibandrol Rp 75 juta itu sendiri hingga kini
belum laku terjual. Sedangkan Gus Mus sendiri yang ditemui saat pembukaan Pekan
Muharram tak mau mengomentari karyanya. “Silakan masyarakat menilai sendiri. Ini
sudah menjadi milik publik,” katanya
Soal Lukisannya, Gus Mus Minta
Masyarakat Tafsirkan Sendiri
Reporter : Budi Sugiharto
detikHot -
Surabaya,Kia NU yang juga seniman, KH. Mustofa Bisri enggan memberikan komentar
soal lukisannya berjudul “Berzikir Bersama Inul”. Tetapi dia mengatakan
masyarakt bebas untuk menafsirkannya.
“Sampean tafsirkan sendiri, bebas
boleh apa saja sebebas-bebasnya. Karena ini sudah dipamerkan kepada umu, silakan
umum yang menilainya,” kata Gus Mus, sapaan KH. Mustofa Bisri ketika dicegat
wartawan disela-sela pembukaan Pekan Muharram 1424 Hijriyah di Mesjid Agung
Al-Akbar Jl. Gayung Kebonsari, Surabaya, Selasa (4/3/2003).
Bahkan
ketika ditanya soal ide goresan cat di kanvasnya itu, Gus Mus juga mengaku lupa
kapan ide itu muncul. “Wah, lupa mas,” katanya singkat. Alasan lainnya, Gus Mus
juga mengaku bukan pelukis profesional seperti pelukis ngetop lainnya.
“Saya bukan pelukis profesional, tapi pelukis biasa dan hanya sekedar
melukis,” kata Gus Mus dengan merendah.
Pekan Muharram 1424 Hijriyah itu
sendiri dibuka oleh Gubernur Jawa Timur Imam Utomo. Selain diramaikan dengan
pameran lukisan sejumlah pelukis terkenal, seperti Danarto, juga pemeran
fotografi sejumlah pewarta foto se-Jawa Timur dan diselenggarakan oleh Harian
Duta Masyarakat.
Lukisan Gus Mus berukuran 60 cm x 50 cm itu paling
menarik perhatian masyarakat umum, baik sebelum maupun ketika dibuka pameran.
Gus Mus menorehkan catnya dengan mengambil objek Inul yang sedang menggoyang
pinggulnya di tengah-tengah para kiai yang sedang berdzikir.
Untuk
menunjukkan posisinya, Gus Mus membubuhkan tulisan 'aku' di salah satu kiai yang
digambarkan sedang khusuk dalam berdzikir. Apa maksudnya? Sayanganya Gus Mus
yang dicegat wartawan menjelang pembukaan Pekan Muharram yang diadakan Harian
Duta Masyarakat, enggan berkomentar.
Karya KH Mustofa Bisri "Berdzikir Bersama Inul" Laris
Reporter :
Budi Sugiharto
detikHot - Surabaya,Inul kian santer. Kali ini dalam
bentuk lukisan. Meski belum dibuka secara resmi, lukisan 'Berdzikir bersama
Inul' karya KH Mustofa Bisri dan 'Begitu aja kok repot' karya Danarto laris
menyedot perhatian masyarakat yang mengunjungi Pekan Muharram 1424 H di Masjid
Agung Al Akbar, Jl Gayung Kebonsari, Surabaya, Selasa (4/3/2003).
Lukisan berukuran 60 cm x 50 cm itu ramai mendapat sambutan karena
dinilai sungguh berani dan melawan arus. Bagaimana tidak? Dalam lukisaanya, Gus
Mus demikian Mustofa Bisri biasa dipanggil, menorehkan catnya dengan mengambil
objek Inul yang sedang menggoyang pinggulnya di tengah-tengah para kiai yang
sedang berdzikir.
Untuk menunjukkan posisinya, Gus Mus membubuhkan
tulisan 'aku' di salah satu kiai yang digambarkan sedang khusuk dalam berdzikir.
Apa maksudnya? Sayanganya Gus Mus yang dicegat wartawan menjelang pembukaan
Pekan Muharram yang diadakan Harian Duta Masyarakat, enggan berkomentar.
Namun salah satu kawan dekatnya yang juga sesama pelukis menafsirkan
bahwa makna lukisan 'kontroversial' itu sebagai simbol keberadaan Gus Mus yang
tidak terjebak persoalan goyangan Inul yang dinilai meresahkan masyarakat itu.
"Saya menilai Gus Mus ingin membela seorang wanita bernama Inul yang
sedang tertindas karena di sana-sini muncul pencekalan akibat gaya tariannya,"
ungkap Danarto, salah seorang pelukis kenamaan asal Jakarta yang juga kawan Gus
Mus.
Menurutnya, Gus Mus sebagai kiai yang arif dan bijaksana tidak
ingin terseret untuk ikut memojokkan Inul. "Barangkali lukisan itu sebagai
bentuk introspeksi kepada semuanya. Bahwa seorang Inul mampu membuat gembira
rakyat miskin sedangkan 'mereka' termasuk elit politik justru menambah persoalan
bagi rakyat miskin," katanya menganalisis.
Lukisan itu juga bisa
diartikan sebagai permintaan kepada para kiai/ulama dan elite politik untuk
lebih memikirkan bagaimana membangun dan memakmurkan rakyat Indonesia. "Tidak
usah terjebak mempersoalkan Inul melulu, lha para kiai sedang terjebak pada
kebingunganya masing-masing kemudian menemukan objek baru ..lalu itu yang
dikejar," ujarnya sembari tersenyum.
Demikian pula kata Danarto, lukisan
ini bisa juga otokrtik bagi keberadaan Majelis Ulama Indonesia yang telah
ikut-ikutan mencekal Inul. "Bisa ditafsirkan juga kalau MUI tidak usah memburu
Inul tapi yang lebih penting memburu koruptor," tegasnya memberikan sejumlah
pandangan sebagai sesama pelukis.
Tapi ia buru-buru menegaskan jika
lukisan itu bisa diintreprestasikan berbagai macam di atas kebabesan yang
melekat di tubuh seorang seniman. " Silakan lukisan yang ada itu diartikan
sendiri-sendiri..tidak ada yang melarang kok," tambahnya.
Gitu Aja Kok
Repot
Selain lukisan "Berdzikir bersama Inul", perhatian pengunjung juga
tersita disebuah lukisan raksasa berjudul "Gitu Aja Kok Repot" karya Danarto.
Dalam lukisan yang dibuat tahun 2000 itu digambarkan sosok Gus Dur sedang
mendapat bisikan malaikat.
Gus Dur yang dilukiskan dengan berpakaian jas
kemeja lengkap terlihat tertawa lepas. "Silakan berimajinasi atas nama
kebebasan. Sebab seorang kiai pasti takut melukis ini karena khawatir para
santrinya mengira dirinya pernah bertemu malaikat. Saya sendiri tidak pernah
bertemu. Inilah kekebasan berimajinasi sebagai seniman," paparnya.
Yang
menarik katanya, malaikat yang bersayap itu sering diartikan sebuah partai
politik karena dalam sayapnya ditorehkan cat dengan warna hijau, merah, biru dan
kuning. "Ndak ada unsur politisnya. Saya buat dengan warna itu memang karena
saya suka. Suka kegembiraan," jawabnya.
Yang jelas, kata Danarto, makna
yang terjadi bahwa lukisan itu sebuah simbol pertemuan akherat dengan unsur
duniawi. "Kalau itu terwujud maka kemakmuran bangsa ini akan tercapai,"
jawabnya.
Mengapa yang pilih sosok Gus Dur? "Saya berteman dengan Gus
Dur sejak tahun 1980 dan saya terkesan dengan kepribadiannya yang cerdas,
jenaka, toleran serta pruralisme bisa berdiri diatas semua golongan," jelasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar