Nama saya Abigael Mitaart, lahir di Pulau Bacan, Maluku Utara, 30 Maret 1949,
dari pasangan Efraim Mitaart dan Yohana Diadon. Latar belakang agama keluarga
kami adalah Kristen Protestan. Ketika beragama Kristen Protestan, saya sama
sekali tidak pernah membayangkan untuk memilih agama Islam sebagai iman
kepercayaan saya. Hal ini dapat dilihat dari situasi keluarga kami yang sangat
teguh pendiriannya pada keimanan Kristus.
Bagi saya, saat itu tidak mudah
untuk hidup rukun berdampingan bersama umat Islam, karena sejak masa kanak-kanak
telah ditanamkan oleh keluarga agar menganggap setiap orang Islam sebagai musuh
yang wajib diperangi. Bahkan kalau perlu, seorang bayi Kristen diberikan
pelajaran bagaimana caranya membuang ludah ke wajah seorang muslim. Hal ini
mereka lakukan sebagai perwujudan dari rasa kebencian kepada umat Islam.
Disanalah, saya tumbuh dalam lingkungan keluarga Kristen yang sangat tidak
bersahabat dengan warga muslim.
Tentu saya tidak pernah absen pergi ke
gereja setiap hari Minggu. Bahkan, saya berperan dalam setiap Kebaktian
Kebangunan Rohani (KKR). Misalnya, saya selalu diminta tampil di berbagai
kelompok paduan suara untuk pelayanan lagu-lagu rohani di gereja. Selain itu,
saya kerap mengikuti kegiatan “Aksi Natal” yang diselenggarakan oleh gereja
dalam rangka pelebaran sayap tugas-tugas misionaris
(kristenisasi).
TERTARIK PADA ISLAM
Ihwal ketertarikan saya
pada agama Islam berawal dari rasa kekecewaan kepada ajaran-ajaran Kristen dan
isi Alkitab yang hanya berisikan slogan-slogan. Bahkan, menurut saya, apabila
para pendeta menyampaikan khotbah diatas mimbar, mereka lebih terkesan seperti
seorang penjual obat murahan. Ibarat kata pepatah, ” tong kosong nyaring
bunyinya.”
Sekalipun saya sudah menekuni pasal demi pasal, ayat demi ayat
dalam Alkitab, tetapi tetap saja saya sulit memahami maksud yang terkandung
mengenai isi Alkitab. Misalnya, tertulis pada Markus 15:34, “Dan pada jam tiga
berserulah Yesus dengan suara nyaring: "Eloi, Eloi, lama sabakhtani?", yang
berarti: Allahku, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?”
Lalu,
siapakah Yesus Kristus sesungguhnya? Bukankah ia adalah paribadi (zat) Allah
yang menjelma sebagai manusia? Lalu, mengapa ia (Yesus) berseru dengan suara
nyaring dan mengatakan, ”Eli, Eli,..lama sabakhtani? “ (Tuhanku,..Tuhanku,..
mengapa Engkau tinggalkan aku?)
Akhirnya saya yakin bahwa Yesus Kristus
bukanlah Tuhan. Walaupun sebelumnya iman kepada Yesus Kristus sangat berarti
dalam kehidupan saya. Apalagi, ketika itu didukung dengan ayat-ayat dalam
Alkitab, seperti tertulis,”Dan keselamatan tidak ada di dalam siapapun juga
selain di dalam Dia (Yesus Kristus). Sebab dibawah kolong langit ini tidak ada
nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita diselamatkan.”
Kisah Para Rasul 4:12
Kemudian dilanjutkan lagi dengan Yohanes 14:6,
”Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang
kepada Bapak, kalau tidak melalui Aku (Yesus).”
Setelah membaca ayat
ini, kemudian saya mencoba membanding-bandingkan dengan satu ayat yang tertulis
dalam QS. 3:19, ”Sesungguhnya agama (yang diridhai) pada sisi Allah ialah
Islam.”
Entah mengapa, saya merasakan pikiran saya beru-bah, mungkin
ini suatu keajaiban yang luar biasa terjadi dalam diri saya, karena selesai
membaca ayat al-Qur’an tersebut, saya mulai merasa yakin bahwa ayat yang
tertulis dalam QS. 3:19 itu bukanlah ‘ayat rekayasa’ dari Nabi
Muhammad, tetapi ayat tersebut sesungguhnya adalah firman Allah yang hidup dan
kehadiran agama Islam langsung mendapat ridha dari Allah SWT.
Betapa
sulitnya seorang Kristen seperti saya bisa memeluk agama Islam, tetapi saya
yakin dengan keputusan untuk masuk agama Islam, karena saya berkesimpulan
apabila seorang beragama Kristen kemudian memilih agama Islam, selain karena
mendapat hidayah, ia juga termasuk umat pilihan Allah SWT. Alhamdulillah,
singkat cerita pada tanggal 22 Desember 1973, disebuah pulau terpencil bernama
Pulau Moti di wilayah Makian, Maluku Utara dengan disaksikan warga muslim
setempat, saya mengucapkan ikrar dua kalimat syahadat. Tanpa terasa air mata
kemenangan berlinang, sehingga suasana menjadi hening sejenak, keharuan amat
terasa saat peristiwa bersejarah dalam hidup saya itu berlangsung. Usai mengucap
dua kalimat syahadat, nama saya segera saya ganti menjadi Chadidjah Mitaart
Zachawerus.
Keputusan saya untuk memilih Islam harus saya bayar dengan
terusirnya saya dari lingkungan rumah, pengusiran ini tidak menggoyahkan iman
dan Islam saya, karena saya yakin akan kasih sayang Allah SWT, senantiasa tetap
memelihara saya dalam lindungan-Nya.
“Jika Allah menolong kamu, maka
tak ada orang yang dapat mengalahkan kamu. Jika Allah tidak menolong kamu, maka
siapakah gerangan yang dapat menolong kamu selain dari Allah sesudah itu? Karena
itu hendaklah kepada Allah saja orang-orang mukmin berserah diri.” QS.
3:160
Alhamdulillah, pada bulan Juni 1996, saya bersama suami, Sulaiman
Zachawerus, menunaikan rukun Islam kelima, pergi haji ke Baitullah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar