Ketika meneliti visi
indah dari Nabi Daniel ((Daniel vii.) kita telah menyaksikan Nabi Muhammad saw
dikawal oleh Malaikat yang jumlahnya banyak sekali dan dibawa ke hadirat yang
mulia Yang Maha Abadi; bagaimana beliau mendengar kalimat-kalimat penghormatan
dan kasih sayang yang tidak ada mahluk lain pernah menerima kehormatan semacam
itu (2 Korinthia xii.); bagaimana beliau dimahkotai sebagai Sultan para Nabi dan
dilengkapi dengan kekuatan dan kekuasaan untuk membinasakan "Binatang Keempat"
dan "Tanduk Yang Menghujat". Selanjutnya kita melihat bagaimana beliau mendapat
mandat untuk membangkitkan dan memproklamirkan Kerajaan Tuhan di muka bumi;
bagaimana mungkin manusia genius itu bisa membayangkan kehormatan tertinggi yang
diberikan oleh Yang Maha Kuasa kepada seorang pemuja yang tercinta dan kepada
UtusanNya yang paling berharga yang hanya dapat dirujuk kepada Nabi Muhammad saw
sendiri. Harus diingat bahwa di antara para Nabi dan Utusan Allah, hanya Nabi
Muhammad saw sendiri yang menonjol bagaikan sebuah menara di atas semuanya; dan
karya besar dan mulia yang dihasilkannya berdiri sebagai sebuah monumen yang
permanen atas kehormatan dan keagungannya. Seseorang tidak dapat menghargai
nilai dan arti penting Islam sebagai sebuah benteng yang unik terhadap
penyembahan berhala dan penyekutuan Tuhan kecuali apabila Keesaan Tuhan yang
mutlak diakui dengan segala kesungguhan. Jika kita menyadari bahwa Allah adalah
Tuhan yang sama yang Nabi Adam dan Ibrahim mengenalNya, dan yang dipuja oleh
Nabi Musa dan Nabi Jesus, maka kita tidak lagi mengalami kesulitan untuk
menerima Islam sebagai suatu agama sejati dan Nabi Muhammad saw sebagai Pangeran
semua Nabi dan Pengabdi Tuhan. Kita tidak dapat membesarkan keagungan Allah
dengan memandangNya kini sebagai seorang "Bapak", kemudian sebagai seorang
"Anak" dan di kesempatan lain sebagai suatu "Ruh Suci", atau membayangkan Dia
sebagai memiliki tiga pribadi yang dapat diajak saling bicara dengan menggunakan
tiga sebutan nama orang tunggal : aku, engkau, dia. Dengan cara yang begitu itu
kita lalu kehilangan seluruh konsep sesungguhnya mengenai Yang Maha Mutlak, dan
kita berhenti mempercayai Tuhan yang sesungguhnya. Dengan cara yang sama, kita
tidak dapat menambahkan satu iota pun pada kesakralan agama dengan suatu lembaga
beberapa sakramen yang tidak mempunyai arti sama sekali; tidak pula kita dapat
mengambil santapan rohani bagi jiwa kita dari memberi makan kepada jenazah
seorang nabi atau tuhan hasil inkarnasi; karena dengan berbuat begitu kita
kehilangan semua gagasan tentang agama yang sejati dan sebenarnya dan sekaligus
berhenti pula kita mempercayai agama itu. Tidak juga kita mampu sedikitpun
mempromosikan kemuliaan Nabi Muhammad saw bila kita harus membayangkan beliau
sebagai seorang anak Tuhan atau tuhan hasil inkarnasi; karena dengan cara begitu
kita sama sekali pasti kehilangan Nabi dari Mekkah yang nyata dan yang merupakan
tokoh dalam sejarah, dan tanpa sadar jatuh ke dalam jurang penyekutuan Tuhan.
Keagungan Nabi Muhammad saw berupa keberhasilannya membangkitkan agama yang
begitu mantap, sederhana dan sejati, dan dalam menerapkan secara nyata seluruh
aksioma dan prinsip dengan ketepatan dan resolusi sedemikian rupa sehingga tidak
mungkin bagi seorang Muslim sejati untuk menerima kepercayaan atau keyakinan
lain selain daripada yang telah diikrarkannya dalam formula:"Saya percaya bahwa
tidak ada tuhan kecuali Allah, dan bahwa Muhammad adalah Utusan Allah". Dan
syahadat ini akan berlanjut menjadi keyakinan bagi setiap orang beriman sejati
kepada Allah hingga Hari Kebangkitan.
Pemusnah Agung atas
"Tanduk Kesebelas" yang merupakan personifikasi Constantine yang agung dan
Gereja Tritunggal, bukan seorang Bar Allaha ("Anak Tuhan"), akan tetapi seorang
Bar Nasha ("Anak Manusia) dan tidak lain adalah Nabi Muhammad al-Mustapha saw
yang sebenarnya mendirikan Kerajaan Tuhan di bumi. Kerajaan Tuhan inilah yang
kini akan kita teliti dan interpretasikan. Perlu diingat, bahwa janji yang
tersebut di bawah ini seperti yang diungkapkan oleh Daniel telah dibuat ketika
Sultan seluruh Nabi itu menghadap Yang Maha Suci:
"Kerajaan dan kekuasaan dan kebesaran
kerajaan di seluruh bumi akan diberikan kepada orang-orang Kudus milik Yang Maha
Tinggi; kerajaannya (orang-orang Kudus itu) (akan menjadi) sebuah kerajaan yang
abadi, dan semua kekuasaan akan mengabdi dan tunduk pada kerajaan itu" (Daniel
vii. 22-27).
Ungkapan dalam pasal
nubuah ini bahwa Kerajaan Tuhan akan terdiri dari: "orang-orang Kudus milik Yang
Maha Tinggi", dan bahwa seluruh kekuasaan lainnya akan mengabdi dan tunduk pada
orang-orang itu, jelas menunjukkan bahwa dalam Islam, agama dan negara adalah
satu dan tubuh yang sama, dan dengan sendirinya tidak terpisahkan. Islam bukan
saja agama Tuhan, tetapi juga KerajaanNya di muka bumi. Agar dapat membentuk
sebuah gagasan yang jelas dan benar mengenai sifat dan konstitusi "Kerajaan
Tuhan di bumi", dirasa perlu untuk sekejap melihat pada sejarah agama Islam
sebelum agama itu disempurnakan, dilengkapkan, dan dengan resmi ditetapkan oleh
Tuhan Sendiri di bawah UtusanNya Muhammad saw.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar