'Lupakan Saja Jakarta'
Batam
dipromosikan sebagai kawasan dekat Singapura. Hal ini menguntungkan atau
merugikan? ''Pesaing Anda telah bersiap-siap,'' tegas Akel E Biltaji,
mengingatkan. Biltaji adalah ketua Otorita Kawasan Ekonomi Spesial Aqaba,
Yordania. Ia menyatakan hal itu ketika menerima rombongan dari Otorita Batam
yang bertamu kepadanya. Ia memuji Indonesia karena telah memiliki Otorita Batam
sejak 1971, tapi ia menyayangkan, karena perkembangannya tak
menggembirakan.
Tak menggembirakan, karena hingga kini, penetapan Batam
sebagai kawasan perdagangan bebas belum juga tuntas. Masih ada tarik ulur
kepentingan, antara yang menginginkan seluruh wilayah Batam sebagai kawasan
perdagangan bebas dan yang menginginkan pembentukan kawasan perdagangan bebas
yang terkotak-kotak (enclave).
Pihak yang menginginkan pengelolaan
kawasan perdagangan bebas dalam kantong-kantong itu, bertujuan memberi peluang
kepada pemerintah daerah untuk ikut mengelola Batam. Sedangkan pihak yang
menginginkan pengelolaan kawasan perdagangan bebas menyeluruh di kawasan Batam
memandang pemerintah daerah tak perlu campur tangan urusan investasi di batam.
Justru pemerintah daerah perlu membina masyarakat yang harus alih profesi akibat
tersingkir dari industrialisasi di Batam.
Keterlibatan birokrasi
pemerintah daerah dalam mengelola investasi di Batam bisa berdampak negatif.
''Akhir-akhir ini sudah ada keluhan dari luar negeri. Ada pejabat lembaga
tertentu di pemerintahan yang sudah berani meminta oleh-oleh,'' ujar Ismeth
Abdullah, ketua Otorita Batam.
Belum adanya kepastian hukum soal kawasan
perdagangan bebas Batam, membuat situasi menjadi dilematis. Investor asing
ragu-ragu, otorita dan pemerintah daerah bersaing pengaruh. ''Undang-undang
diperlukan untuk menjamin kejelasan. Jangan sampai investor menjadi sapi perah
dan dipersulit,'' kata Ismeth.
Menurut konsultan Otorita Batam, Abdul
Karem Lesar, jika tahun ini UU tentang kawasan perdagangan bebas Batam tak
disahkan, Indonesia akan kehilangan momen menarik investasi langsung melalui
Batam. Apalagi, dengan posisi geografisnya, Batam menjadi kawasan strategis
tujuan invetasi asing di Asia Tenggara. ''Kita masih menunggu undang-undangnya,
yang dijanjikan selesai akhir 2003 ini,'' kata Ismeth.
Biltaji
menyarankan agar Otorita Batam segera mengoperasikan kawasan perdagangan bebas.
''Jangan terlalu lama. Pesaing Anda telah bersiap-siap,'' kata Biltaji. Kata
Beltaji, banyak negara di Asia yang sudah menyiapkan kawasan bebas perdagangan.
''Di Batam, semuanya sudah ada. Laksanakan,'' tegas Biltaji memberi
dukungan.
Belum juga disahkannya undang-undang kawasan perdagangan bebas
Batam membuat situasi menjadi terkatung-katung. Hal ini, menurut Karim, membuat
investor merasa tak nyaman, dan mengalami kesulitan membuat rencana bisnis. Kata
Karim, investor yang sudah menanamkan investasinya di Batam, kini sangat
berhati-hati untuk menyetujui rencana kenaikan upah minimum kota (UMK) Batam.
''Karena perhitungan bisnis ke depan menjadi tidak pasti akibat ketidakpastian
status Batam,'' jelas Karim.
Ismeth optimistis, jika undang-udangnya
nanti sudah disahkan, nilai investasi di Batam akan terdongkrak cepat. ''Pada
2005, diperkirakan bisa mencapai 4,2 miliar dolar Amerika dengan jumlah pabrik
mencapai 1.000,'' kata Ismeth.
Prediksi ini tentu menggembriakan, sebab
sejak 1971 hingga 2002, nilai investasi di Batam hanya 3,7 miliar dolar AS.
Jumlah pabrik sebanyak 650 buah. Tahun ini, sudah ada sekitar 20 investor
multinasional raksasa yang ingin menanamkan investasinya di Batam, Tapi, kata
Ismeth, mereka belum merealisasikannya karena masih harus menunggu perkembangan
status Batam. ''Untuk mengelola kawasan perdagangan bebas, kita membutuhkan
kepastian hukum dan otoritas yang mutlak, yang tak boleh diganggu oleh lembaga
lain,'' kata Biltaji saat Ismeth dan rombongan menemuinya di Aqaba,
Yordania.
Di Aqaba, misalnya, kata Biltaji, mendapat dukungan penuh dari
Raja Yordania. Untuk menarik minat investor, salah satu fasilitas yang
disediakan adalah pemberian hak kepada investor untuk menyewa tanah selama 20
tahun dengan sistem lelang.
Dalam kesempatan roadshow ke berbagai negara
yang telah mengelola kawasan perdagangan bebas, tim Otorita Batam kadang
menemukan pertanyaan pahit. ''Ada yang merasa heran, mengapa Indonesia sebagai
negara yang besar ini tak mempunyai kawasan perdagangan bebas,'' kata Moch
Priyanto, deputi Administrasi dan Perencanaan Otorita Batam.
Kawasan
perdagangan bebas dipahami sebagai kawasan yang ditetapkan oleh pemerintah
sebagai lokasi spesifik, dengan aturan hukum yang spesial dengan dilengkapi
fasilitas pendukung dan pengecualian sehingga menjadi kawasan yang menarik bagi
investasi. Di kawasan ini, investor bisa mengembangkan perdagangan
internasional, baik hanya sebagai tempat transit ataupun ekspor impor.
Di
Lebanon, kata Samih N Barbir, direktur pelaksana Otorita Pengembangan Investasi
Lebanon, insentif yang diberikan kepada investor sebagaimana halnya insentif
yang diberikan oleh negara-negara lain yang juga mengelola kawasan perdagangan
bebas. Misalnya pajak penghasilan hanya dikenakan sebesar lima persen.
Pengurusan administrasi, juga diupayakan sehari jadi.
Cuma, dalam setiap
lawatan, dalam pengantarnya, pihak Otorita Batam selalu mengungkapkan salah satu
kelebihan Batam, yaitu dekat dengan Singapura. ''Anda sangat dekat dengan Batam.
Untuk menjaga stabilitas Batam, harus memotong transportasi dari Singapura,''
usul Biltaji.
Promisi Batam dekat dengan Singapura mengindikasikan bahwa
untuk bisa tiba di Batam, harus transit di Singapura, sebagai kota terdekat.
Transit di Jakarta jelas jauh. Langsung ke Batam, belum ada maskapai
internasional yang masuk ke Batam. ''Lupakan Jakarta, kerjakan sekarang. Lupakan
parlemen. Sebab parlemen akan mengatakan kepada Anda bagaimana Anda harus
mengelola bisnis,'' kata Biltaji. (RioL)
Lawatan ke Lebanon dan Yordania (2)
Yordania Berupaya Melepas
Ketergantungan
Tadinya, tak ada
yang istimewa dari Aqaba. ''Aqaba hanyalah kota tempat membuang orang,'' kata
Akel E Biltaji, ketua Otorita Kawasan Ekonomi Spesial Aqaba,
Yordania.
Kerja keras mulai mengubah wajah Aqaba. Bahkan, Aqaba akan
diandalkan sebagai kawasan investasi yang menarik. Pada 2001 lalu, Aqaba telah
ditetapkan sebagai kawasan ekonomi spesial, yang mendapat dukungan 100 persen
dari raja. Sejak itu, seluruh wilayah kota Aqaba menjadi kawasan perdagangan
bebas.
Aqaba --sekitar 3,5 jam perjalanan darat dari Amman-- mempunyai
pelabuhan laut di Laut Merah yang telah dijadikan sebagai kawasan perdagangan
bebas sejak 1973. Kawasan ini dikelola oleh The Free Zone Corporations, di bawah
tanggung jawab menteri keuangan. Free Zones Corporation juga mengelola empat
kawasan lain, yaitu Zarqa (1983), Sahab (1997), pelabuhan udara (1998), dan
Alkarak (mulai dibangun sejak 2001). Di luar kawasan ini, ada sekitar 19 kawasan
perdagangan bebas swasta.
Yordania tercatat sebagai negara nomor tiga
terbesar penerima bantuan dari AS. Dengan kawasan bebas perdagangan inilah,
Yordania berupaya mengurangi ketergantungan dari negeri pendonor. Pada 2003,
investasi langsung ke Yordania hingga Agustus mencapai 140,6 miliar dolar AS.
Pada 2002, nilai investasi di kawasan yang dikelola Free Zones Corporation
mencapai 494,1 miliar dinar Yordania, dan investasi di 19 kawasan swasta
mencapai 1.222,3 miliar dinar (1 dolar AS setara 1,5 dinar).
Beltaji
menjelaskan pemilihan Aqaba sebagai kawasan spesial lantaran letak strategisnya:
dekat dengan Asia. Di Aqaba, ada pelabuhan udara dan pelabuhan laut. Aqaba
menjadi kawasan pertama yang ditetapkan sebagai kawasan bebas perdagangan. ''Ide
pembentukan kawasan bebas perdagangan di Yordania muncul pada 1966. Studi
kelayakan menunjukkan manfaat dari pendirian kawasan perdagangan bebas di
Pelabuhan Aqaba,'' jelas Direktur Jenderal Free Zones Corporation, Ali
Madadha.
Pada periode 1995-1998, Free Zones Corporation mengembangkan
kawasan dan mengelolanya dengan pelayanan dan dukungan infrastruktur. Dampaknya
tergambar di tahun-tahun berikutnya: ada pertambahan pendapatan tiap tahunnya.
Pendapatan pada 2002 mencapai 9 miliar dinar, jauh melampau pendapatan pada 1995
yang baru 4,7 miliar dinar. ''Kawasan perdagangan bebas bisa mempercepat
pertumbuhan ekonomi, lapangan kerja, dan sumber uang di dalam negeri menjadi
lebih banyak,'' ujar Biltaji.
Karena letaknya yang strategis, Aqaba akan
dijadikan andalan baru Yordania. Jalan bebas hambatan sepanjang 8.000 km tengah
dibangun. Jalan ini akan menghubungkan Aqaba dengan negara-negara tetangga dan
Eropa, melewati Suriah dan Turki. Dijadikannya Aqaba sebagai kawasan spesial,
menurut Abiltaji, bukan untuk menyaingi kawasan-kawasan lain. ''Justru kita
saling mendukung,'' kata Abiltaji.
Kehadiran Aqaba sebagai kawasan
spesial telah membawa Yordania pada era baru: tak bergantung pada pemerintah dan
parlemen. Dengan transformasi ini, Yordania berharap bisa memiliki kembali
kejayaan masa lalunya lewat pengelolaan perdagangan, pariwisata, dan budaya.
Tahun 4.000 SM, Aqaba (dulu dikenal sebagai Ayla) telah tumbuh menjadi kota
pelabuhan di Laut Merah yang strategis bagi rute perdagangan Asia, Eropa, dan
Afrika.
Kini, kesibukan terus muncul di Yordania pascainvasi AS ke Irak.
Setiap bulan, Yordania mengimpor sekitar 13 ribu-14 ribu kendaraan bekas dari
Korea, Jerman, dan Belgia untuk kemudian diekspor lagi ke Irak.
Negeri
dengan pendapatan per kapita mencapai 1.700 dolar AS itu, sebagaimana halnya
Lebanon, juga miskin sumber daya alam. Pada 1949 hingga 1967, Yordania mempunyai
kawasan yang paling produktif yaitu Tepi Barat. Tapi pendudukan Israel di Tepi
Barat sangat mempengaruhi perkembangan ekonomi Yordania. Kendati begitu,
Yordania tak dendam pada Israel. Bersama Israel dan Mesir, membuat kerja sama
regional untuk bekerja sama dengan AS. Dengan AS telah menjalin kerja sama
perdagangan bebas pada 2001 --menjadi satu-satunya negara Arab yang menjalin
kerja sama perdagangan bebas dengan AS. ''Hal ini mendorong seimbangnya neraca
perdagangan Yordania pada 2002,'' ungkap Madadha.
Pada 2002 lalu,
tercatat ada 107 kontrak ienvestasi baru di kawasan perdagangan bebas. Sebanyak
53 kontrak di antaranya adalah investasi sektor jasa dan pariwisata. Sebanyak 43
kontrak merupkana investasi bidang perdagangan dan 11 kontrak adalah investasi
bidang industri. Dari jumlah total 1.322 kontrak investasi, sebanyak 217
merupakan investasi jasa dan pariwisata. Sebanyak 1.013 adalah kontrak untuk
investasi perdagangan.
Sektor jasa dan pariwisata dengan capaian
investasi sebanyak 20 persen, kini juga tengah digenjot Yordania. Dengan julukan
sebagai 'Tanah Para Nabi' Yordania hendak menjual keindahan budaya masa lampau.
Di sini, diklaim ada Gua Kahfi --yang tengah dibenahi. Ada pula situs
peristirahatan Nabi Musa dan situs tua Petra, dan tentu saja Laut Mati. Yordania
ingin mengejar ketertinggalan dari negeri-negeri Arab lainnya. ''Kita harus
melihat ke depan. Kita harus berubah, dan perubahan yang kita buat harus
berjalan konstan,'' tegas Biltaji.
Lewat kawasan perdagangan bebas itu,
Yordania terus bekerja keras. ''Apabila kita tak mengerjakan sesuatu, kita tak
akan bisa mendorong investasi,'' tukas Biltaji.
Lawatan ke Lebanon dan Yordania (1)
Beirut yang Takkan Menyerah
Oktober lalu, Republika mengikuti rombongan tim Otorita Batam
yang melakukan lawatan ke Lebanon dan Jordania. Di dua negara itu, Otorita Batam
melakukan studi banding mengenai pengelolaan kawasan perdagangan bebas. Berikut
laporan dari lawatan selama sepekan itu.
Meski bertetangga, Lebanon tak
sudi menerima uluran tangan Israel. Maka, tak ada satu sen pun dana investasi
Israel di Lebanon.
Pascaperang saudara, Lebanon sangat membutuhkan
banyak dana. Tapi, Lebanon tak ingin sekalipun melirik Israel. Lebanon memilih
melirik negara-negara Arab lainnya, seperti Arab Saudi, Mesir, dan
Kuwait.
Investasi dari Arab mencapai 53,8 persen dari total investasi
pada 2002. Dari Uni Emirat Arab (UEA) mencapai 29,3 persen, dan dari Kuwait 15,4
persen.
Perang saudara selama belasan tahun itu telah membuat Lebanon
hancur. Awal 1990-an, Lebanon mencoba berbenah diri. Bagaimana Lebanon membangun
kembali? ''Kami tak membuat sesuatu yang baru,'' kata Samih N Barbir, direktur
pelaksana Otorita Pengembangan Investasi Lebanon.
Yang dilakukan Lebanon
adalah membangun lagi bangunan-bangunan lama yang rusak akibat perang saudara
itu. Bersama Mesir, Suriah, Bahrain, dan negara-negara Arab lain, Lebanon segera
menghidupkan kembali perdagangan bebas di antara mereka.
Pada 2002,
Lebanon berhasil menarik investasi langsung senilai 650 dolar AS. Ini buah dari
pengelolaan tiga kawasan perdagangan bebas dengan segala fasilitas yang
disediakan: Pelabuhan Beirut, Pelabuhan Tripoli, dan Bellfort. Nilai investasi
2002 itu merupakan angka investasi tertinggi sejak 1990, saat Lebanon memulai
membangun kembali negerinya.
Tak ada sumber daya alam yang memadai di
Lebanon. Maka, mereka tak bisa mengeruk pasir, mengebor minyak, menambang
batubara, dan sebagainya. Tapi, mereka bisa mengembangkan pariwisata. Menurut
data di Kementerian Ekonomi dan Perdagangan Lebanon, sekitar 85 persen dari
nilai investasi yang masuk Lebanon itu ditanamkan untuk pariwisata dan jasa
pendukungnya.
Pada awal 1990 itu, Lebanon segera membenahi Pelabuhan
Beirut --zona perdagangan bebas terbesar di Lebanon yang pernah menjadi sentra
perdagangan internasional bergengsi di Timur Tengah hingga pertengahan 1970-an.
Lebanon ingin mengejar Abu Dhabi, UEA --tempat larinya investasi akibat situasi
yang tak menentu di Lebanon selama perang saudara-- yang kini maju pesat .
Pelabuhan Beirutlah, dulu, andalan Lebanon bagi keluar-masuknya barang
ke dan dari Timur Tengah. Di tahun 1960-an, Pelabuhan Beirut telah mampu
menaikturunkan kontainer sebanyak 5,3 juta ton. Pelabuhan Beirutlah salah satu
zone perdagangan bebas yang dimiliki Lebanon. Pada 2002 lalu, angka ekspor dari
pelabuhan ini mencapai satu miliar dolar AS.
Di awal 1990-an, Lebanon
harus membangun kembali pelabuhan yang sudah ada sejak tahun 15 SM itu.
Pelabuhan pun diperluas sehingga mampu menaikturunkan kontainer sekitar 300 ribu
TEUS per bulan pada 2001. Saat ini, Pelabuhan Beirut masih menjadi pelabuhan
terbesar Lebanon. Berada di garis bujur 35 derajat 57 menit dan garis lintang 35
derajat 15 menit, Pelabuhan Beirut menjadi bagian depan pusat pertemuan benua
Eropa, Asia, dan Afrika. Posisi yang cukup strategis. Karenanya, kata Kepala
Otorita Pelabuhan Beirut, Hassan Kariem, ''Kami ingin menjadi pusat pasar bebas
ekonomi bagi perusahaan-perusahaan dari berbagai negara.''
Pada 2000 dan
2001, Pelabuhan Beirut menjadi tempat transit bagi 172.863 ton kontainer yang
akan dikirim ke Jordania (11 persen), Irak (11 persen), dan negara lainnya di
negeri Arab. Selama 1990 hingga 1999 kontainer yang transit di Pelabuhan Beirut
telah mencapai 1.111.677 ton. Sebanyak 89 persen bertujuan ke Jordania. Kurun
setelah pembangunan kembali Pelabuhan Beirut merupakan awal kebangkitan ekonomi
Lebanon. Pada kurun 1980 hingga 1989, kontainer yang transit di Pelabuhan Beirut
hanya 453.153 ton dengan tujuan Jordania (25 persen), Irak (21 persen), dan
negara lain di negeri Arab.
Hidupnya kembali Pelabuhan Beirut mampu
mendorong investasi. Sebagian besar adalah investasi pariwisata. Ada satu juta
wisatawan setiap tahunnya berkunjung ke Lebanon. Lebanon patut bersyukur menjadi
'negeri yang memperhatikan lingkungan': Lebanon pandai merawat lingkungan.
Lebanon juga 'negeri yang menjunjung budaya': Lebanon sangat memelihara
peninggalan bersejarah. Lebanon juga 'negeri yang menjadi pusat perdagangan
internasional'. ''Tiga hal itu menjadi kekuatan Lebanon yang sebenarnya bisa
kita manfaatkan bagi kemajuan perdagangan luar negeri Indonesia,'' kata Duta
Besar Indonesia untuk Lebanon, Abdullah Syarwani.
Sayangnya, kata
Syarwani, belum banyak pengusaha Indonesia yang melirik Lebanon sebagai pintu
masuk ke nagara-negara di Timur Tengah, Afrika, dan Eropa. Zona perdagangan
bebas di Lebanon, kata Syarwani, adalah sarana yang bisa dimanfaatkan pengusaha
Indonesia untuk ekspor ke Rusia, Rumania, Timur Tengah, Amerika Latin,
Afrika.
Selain investasi langsung dari Arab, UEA, dan Kuwait, Lebanon
juga beruntung mempunyai jutaan warga di luar negeri yang selalu ingat tanah
airnya. Ada 15 juta lebih warga Lebanon yang tinggal di luar Lebanon. Di Lebanon
sendiri, hanya tersisa empat juta penduduk.
Perang saudara selama
belasan tahun itu telah membuat orang-orang Lebanon berimigrasi. Sukses di luar
negeri, mendorong mereka ikut membangun kembali negerinya. Pada 2001, jumlah
remittance (pengiriman uang) dari mereka mencapai 2,4 miliar dolar AS.
Remittance ini mulai terasa sejak 1998, yang mencapai 1,6 miliar dolar AS tiap
tahunnya.
Lebih dari 10 tahun membangun, pendapatan per kapita Lebanon
telah mencapai 4.800 dolar AS pada 2002. Kurs dolar pun jatuh di Lebanon. Satu
dolar AS setara dengan 0,7 lira Lebanon. Sebuah ketegasan yang menandakan
tiadanya patah semangat bagi Lebanon. Poster besar bergambar kota Beirut dengan
latar belakang Laut Tengah dan bertulis 'Beirut, kota yang takkan menyerah'
terpajang di lobi kantor Kementerian Ekonomi dan Perdagangan Lebanon. Sebuah
penegasan, bahwa kota tua itu tak ingin terkubur oleh perkembangan
zaman.
Pengembangan kawasan perdagangan bebas telah membantu Lebanon
meraih kembali kehidupannya, tanpa harus bergantung pada Israel, negeri yang
telah menyumbang kehancuran Lebanon. Israel telanjur menjadi momok bagi Lebanon.
Pembentukan negara Israel pada 1948, berdampak pada hancurnya Lebanon. Pecahnya
perang saudara, dipercaya mereka karena ada campur tangan Israel.
Sekarang, mintalah peta kepada orang-orang Lebanon. Susah menemukan kata
Israel tertulis dalam peta --sebagai negara tetangga Lebanon. Meski di situ
tertera garis batas negara, tak ada keterangan nama negara di sana soal wilayah
di selatan Lebanon itu. Lalu tanyakan kepada orang-orang Lebanon, ''Mengapa tak
tertulis Israel di sana?'' Jawaban Samih N Barbir, direktur pelaksana Otorita
Pengembangan Investasi Lebanon, bisa mewakili sikap orang-orang Lebanon. ''Kami
tetap mendukung Palestina,'' kata Barbir menjawab Republika. (RioL)
Oleh
: Priyantono Oemar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar