Zionis-Yahudi mengakar kuat di Indonesia. Melalui antek-anteknya yang
ada di Indonesia, mereka berhasil menguasai sektor ekonomi, terutama bidang
perbankan dan merasuki budaya Indonesia…
Sejak mencuatnya kasus grup band
Dewa yang diprotes lantaran menginjak- injak karpet bermotif lafaz Allah saat
manggung di salah satu stasiun televisi, obrolan seputar Yahudi, Zionis dan
Freemasonry makin rame. Apalagi, pentolan Dewa, Ahmad Dhani, selama ini kerap
dijumpai mengenakan kalung Bintang David, simbol Zionis-Israel.
Untuk
mengetahui lebih dalam jaringan kaum yang dikutuk Allah SWT itu, berbagai
kalangan menggelar berbagai forum diskusi dan dialog tentang Zionis-Yahudi.
Selasa (31/5) lalu, misalnya, Kajian Islam Cibubur Pesantren Tinggi Husnayain,
Pimpinan KH A Cholil Ridwan menggelar sebuah diskusi yang bertajuk “Bahaya
Gerakan YAHUDI di Indonesia”.
Ridwan Saidi, salah seorang pembicara
dalam dialog itu, mengaku prihatin dengan kondisi umat saat ini. Sebab, banyak
umat yang masih tidak percaya gerakan Zionis-Yahudi. Bahkan sebagian kaum
Muslimin memandang tudingan gerakan Zionis-Yahudi sebagai sesuatu yang
mengada-ada. Padahal, dampak dari gerakan Zionis ini sangatlah merugikan kaum
Muslimin bahkan umat manusia.
“Siapa bilang tidak ada gerakan Zionis-Yahudi di sini. Ada dong, sebab
akarnya terlalu kuat di Indonesia. Mereka masuk sejak zaman Hindia Belanda,”
ujar pria yang puluhan tahun meneliti dan mengkaji gerakan Zionis-Yahudi itu.
Benarkah akar Zionis-Yahudi begitu kuat di Indonesia? Apa saja indikasi
dan buktinya? Memang, tak mudah melacak jejak gerakan berbahaya ini di
Indonesia. Apalagi selama ini, Zionis-Yahudi, memang gerakan tertutup. Aktivitas
mereka berkedok kegiatan sosial atau kemanusiaan. Namun sasaran dan tujuannya
sangat jelas: Merusak kaum lain.
Ibarat orang yang sedang buang angin
dengan pelan: tercium baunya, tapi tak nampak wujudnya. Tidak mudah mengendus
dan mendeteksi mereka. Namun dengan membuka-buka catatan sejarah, kabut dan
misteri seputar jaringan Zionis-Yahudi di Indonesia akan terbuka
lebar.
Gedung dan bangunan ternyata tak hanya memiliki estetika, namun
juga menyimpan sejarah peradaban, tak terkecuali gerakan Zionis-Yahudi di
Indonesia. Dari sejumlah dokumen sejarah, tidak sedikit gedung-gedung yang
berdiri dan beroperasi saat ini yang ternyata dulunya pernah menjadi pusat
pengendali gerakan Zionis-Yahudi di Indonesia.
Satu di antaranya adalah
gedung induk yang saat ini dipakai pemerintah untuk kantor Badan Perencanaan
Pembangunan Nasional (Bappenas) di Jalan Taman Suropati, Menteng, Jakarta
Pusat. Dalam buku “Menteng Kota Taman Pertama di Indonesia” karangan
Adolf Hueken, SJ, disebutkan, awalnya gedung yang kini berperan penting
merencanakan pembangunan Indonesia itu adalah bekas loge-gebouw, tempat
pertemuan para vrijmetselaar.
Loge-gebouw atau rumah
arloji sendiri adalah sebuah sinagog, tempat peribadatan kaum Yahudi.
Dulu, kaum Yahudi memakainya untuk tempat “sembahyang” atau “ngeningkan cipta”
kepada Tuhan. Karena tempat itu sering dipergunakan untuk memanggil-manggil roh
halus, maka masyarakat Indonesia sering menyebut loge sebagai rumah setan.
Sementara Vrijmetselarij adalah organisasi bentukan Zionis-Yahudi di
Indonesia (Dulu Hindia Belanda). Ridwan Saidi dalam bukunya “Fakta dan Data
Yahudi di Indonesia” menuliskan bahwa pimpinan Vrjmetselarij di Hindia
Belanda sekaligus adalah ketua loge.
Vrijmetselarij bukanlah organisasi
yang berdiri sendiri. Ia merupakan bentukan dari organisasi Freemasonry, sebuah
gerakan Zionis-Yahudi internasional yang berkedudukan di London, Inggris. Pada
tahun 1717, para emigran Yahudi yang terlempar ke London, Inggris, mendirikan
sebuah gerakan Zionis yang diberi nama Freemasonry. Organisasi inilah yang kini
mengendalikan gerakan Zionis-Yahudi di seluruh dunia.
Dalam
kenyataannya, gerakan rahasia Zionis-Yahudi ini selalu bekerja menghancurkan
kesejahteraan manusia, merusak kehidupan politik, ekonomi dan sosial
negara-negara yang di tempatinya. Mereka ingin menjadi kaum yang menguasai dunia
dengan cara merusak bangsa lain, khususnya kaum Muslimin.
Mereka sangat
berpegang pada cita-cita. Tujuan akhir dari gerakan rahasia Zionis-Yahudi ini,
salah satunya, adalah mengembalikan bangunan [b]Haikal Sulaiman yang
terletak di Masjidil Aqsha, daerah Al-Quds yang sekarang dijajah Israel.
Target lainnya, mendirikan sebuah pemerintahan Zionis internasional di
Palestina, seperti terekam dari hasil pertemuan para rabbi Yahudi di Basel.
Seperti disinggung di atas, gedung Bappenas memiliki sejarah kuat dengan
gerakan Zionis-Yahudi. Tentu, bukan suatu kebetulan, jika lembaga donor dunia
seperti International Monetary Fund (IMF) yang dikuasai orang-orang Yahudi
sangat berkepentingan dan menginginkan kebijakan yang merencanakan pembangunan
di Indonesia selaras dengan program mereka.
Satu per satu bukti kuatnya
jejak Zionis-Yahudi di Indonesia bermunculan. Jejak mereka juga nampak di
sepanjang Jalan Medan Merdeka Barat dengan berbagai gedung pencakar
langitnya. Menurut Ridwan Saidi, semasa kolonial Belanda, Jalan Medan Merdeka
Barat bernama Jalan Blavatsky Boulevard. Nama Blavatsky Boulevard sendiri
tentu ada asal-usulnya. Pemerintah kolonial Belanda mengambil nama Blavatsky
Boulevard dari nama Helena Blavatsky, seorang tokoh Zionis-Yahudi asal Rusia
yang giat mendukung gerakan Freemasonry.
Siapa Blavatsky? Pada
November 1875, pusat gerakan Zionis di Inggris, Fremasonry, mengutus Madame
Blavatsky—demikian Helena Balavatsky biasa disebut—ke New York. Sesampainya di
sana, Blavatsky langsung mendirikan perhimpunan kaum Theosofi. Sejak
awal, organisasi kepanjangan tangan Zionis-Yahudi ini, telah menjadi mesin
pendulang dolar bagi gerakan Freemasonry.
Di luar Amerika, sebut
misalnya di Hindia Belanda, Blavatsky dikenal sebagai propagandis utama ajaran
Theosofi. Pada tahun 1853, saat perjalanannya dari Tibet ke Inggris, Madame
Blavatsky pernah mampir ke Jawa (Batavia). Selama satu tahun di Batavia, ia
mengajarkan Theosofi kepada para elit kolonial dan masyarakat Hindia Belanda.
Sejak itu, Theosofi menjadi salah satu ajaran yang berkembang di
Indonesia. Salah satu ajaran Theosofi yang utama adalah menganggap semua ajaran
agama sama. Ajaran ini sangat mirip dan sebangun dengan pemahaman kaum liberal
yang ada di Indonesia.
Menurut cerita Ridwan Saidi, di era tahun
1950-an, di Jalan Blavatsky Boulevard (kini Jalan Medan Merdeka Barat) pernah
berdiri sebuah loge atau sinagog. Untuk misinya, kaum Yahudi memakai loge itu
sebagai pusat kegiatan dan pengendalian gerakan Zionis di Indonesia. Salah satu
kegiatan mereka adalah membuka kursus-kursus okultisme (pemanggilan
makhluk-makhluk halus).
“Jika saat ini saham mayoritas Indosat dikuasai
Singtel, salah satu perusahaan telekomunikasi Yahudi asal Singapura, maka itu
sangat wajar. Sebab dulunya Indosat adalah sinagog dan kembai juga ke
sinagog,” ujar mantan anggota DPR yang pernah menginjakkan kakinya ke Israel
tersebut.
Di sepanjang Jalan Juanda (Noordwijk) dan Jalan Veteran
(Rijswijk) jejak Zionis-Yahudi juga ada. Dalam sebuah artikel di sebuah
media massa yang terbit di Jakarta, sejarawan Betawi Alwi Shahab menyebutkan,
pada abad ke-19 dan ke-20, sejumlah orang Yahudi menjadi pengusaha papan atas di
Jakarta. Beberapa di antaranya bernama Olislaegar, Goldenberg dan Ezekie.
Mereka menjadi pedagang sukses dan tangguh yang menjual permata, emas, intan,
perak, arloji, kaca mata dan berbagai komoditas lainnya. Toko mereka berdiri di
sepanjang Jalan Risjwijk dan Noorwijk.
Masih menurut Alwi, pada tahun
1930-an dan 1940-an, jumlah orang Yahudi cukup banyak di Jakarta. Bisa mencapai
ratusan orang. Mereka pandai berbahasa Arab, hingga sering dikira sebagai orang
keturunan Arab. Bahkan Gubernur Jenderal Belanda, Residen dan Asisten Residen
Belanda di Indonesia banyak yang keturunan Yahudi.
Yahudi di Batavia
memiliki persatuan yang sangat kuat. Setiap hari Sabtu, hari suci kaum Yahudi,
mereka sering berkumpul. Tempatnya di gedung yang kala itu terletak di sekitar
Mangga Besar, Jakarta Barat. Di gedung itu, seorang rabbi, imam kaum Yahudi,
memberikan wejangan dengan membaca Kitab Zabur.
“Merantau” sudah
menjadi tradisi hidup kaum Zionis-Yahudi. Tidak ada daerah yang tidak mereka
rambah. Di luar Jakarta, kaum Yahudi menetap di daerah Bandung, Jawa Barat.
Pengamat Yahudi asal Bandung, HM Usep Romli mengatakan, mereka masuk Bandung
sejak tahun 1900-an. Untuk meredam resistensi masyarakat Bandung, mereka masuk
melalui jalur pendidikan dengan berprofesi sebagai guru. Kebanyakan dari mereka
adalah pengikut aliran Theosofi, kaki tangan gerakan Freemasonry internasional.
Tempat kumpul mereka berada di sebuah rumah yang terletak di dekat Jalan Dipati
Ukur. Masyarakat menyebut rumah itu sebagai rumah setan.
“Dulunya,
kawasan Dipati Ukur adalah tempat tinggal orang-orang Belanda dan tempat
berkumpulnya kaum terpelajar, baik dari Belanda maupun pribumi. Itulah kenapa
jika ditengok kawasan Dipati Ukur saat ini, banyak sekali berdiri
lembaga-lembaga pendidikan, termasuk Universitas Padjajaran (Unpad). Namun saya
tidak tahu di mana tepatnya markas kaum Theosofi tersebut,” ujar Usep.
Pada dasarnya, mereka tidak mengalami kesulitan menjajakan pemahamannya
karena berpenampilan lembut, sopan dan ramah. Karenanya banyak masyarakat yang
simpati dan tertarik dengan mereka. Sampai-sampai banyak masyarakat mengultuskan
ucapan dan ajaran mereka, hingga mengikuti ritual agama Yahudi. “Tanpa disadari
ajaran Zionis masuk ke hati dan pikiran masyarakat Bandung dan tumbuh menjadi
suatu ajaran yang kuat,” tandas Usep.
Khusus di Surabaya, kaum Yahudi
membentuk komunitas sendiri di beberapa kawasan kota lama, seperti Bubutan dan
Jalan Kayon. Di Jalan Kayon No 4, Surabaya, hingga kini berdiri sebuah
sinagog, tempat peribadatan kaum Yahudi. Selama ini gerakan mereka tidak
mudah terdeteksi masyarakat karena mereka berkedok yayasan sosial dan amal.
(Baca: Kamuflase Kaum Yahudi di Surabaya).
Panah beracun Zionis-Yahudi
terus dilepaskan dari busurnya dan terus mengenai sasarannya. Setelah menunggu
satu dekade, kini mereka sedang memanen buahnya. Melalui antek-anteknya di
Indonesia, kaum Zionis-Yahudi “menyetir” dunia politik, sektor ekonomi, terutama
bidang perbankan dan jaringan telekomunikasi.
Transaksi saham menjadi
modal ampuh mengendalikan Indonesia. Singtel, perusahaan telekomunikasi milik
orang Yahudi yang berkedudukan di Singapura misalnya, tahun lalu, berhasil
menguasai kepemilikan PT Indosat, sebagaimana diungkapkan Ridwan Saidi . Mereka
berhasil menjadi pemegang saham terbesar dan berhak mengatur arah policy Indosat
ke depan. Komunikasi Indonesia, melalui Indosat misalnya, dalam kendali
Yahudi?
Hal serupa terjadi dalam dunia pemberitaan. Bhakti
Investama, sebuah perusahaan yang sebagian sahamnya milik George
Soros, seorang Yahudi yang pada tahun 1998 mengacak-acak ekonomi Indonesia.
Dengan membeli saham, dia mulai memasuki industri media di Indonesia Ritel juga
menjadi sasaran utama mereka. Philip Morris, sebuah perusahaan rokok
dunia milik seorang Yahudi asal Amerika menguasai kira-kira sembilan puluh
persen saham perusahaan rokok PT Sampoerna. Ia pun berhak mengendalikan bisnis
perusahaan rokok ternama di Indonesia itu.
Bidang budaya tak luput dari
garapan mereka. Untuk menjauhkan Islam dari agamanya, mereka masuk ke dalam
kebatinan Jawa. Kuatnya akar Freemasonry dapat dilihat dari mantra-mantra
memanggil roh halus atau jin yang memakai bahasa Ibrani, bahasa khas kaum
Yahudi.
Bau Zionis-Yahudi juga tercium tajam di dunia perjudian. Dadu
yang sering dipakai dalam permainan judi bermata hewan Zionis. “Ini fakta. Oleh
sebab itu saat menerima laporan dari bawahannya tentang kuatnya akar
Zionisme-Yahudi di Indonesia, Hitler, pemimpin NAZI langsung mengirim pasukannya
ke Hindia Belanda untuk memerangi mereka,” ujar Ridwan.
Jelas, gerakan
Zionis-Yahudi bukanlah gerakan fiktif atau mengada-ada. Ia benar-benar nyata dan
terus akan bergerak sampai cita-citanya tercapai: Menguasai dunia. Oleh sebab
itu, kaum Muslimin harus terus memperkuat diri dengan Islam. Tidak boleh lengah
atau lalai sedikit pun. Tetap waspada, jangan mudah termakan dengan pikiran atau
paham bebas, dan rapatkan barisan, adalah modal kuat melawan mereka. Dan, tak
kalah pentingnya, adalah memperkuat dan mengembangkan jaringan dan gerakan yang
sedang kita bangun! (Sabili)
Rivai Hutapea
|
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar