Hari ini, 82 tahun yang
lalu, umat Islam kehilangan garis kekalifahan. Pada tanggal itu, Khilafah
Islamiyah secara resmi dihapuskan oleh pemerintahan sekuler Turki.
Para
ahli sejarah sepakat, zaman Khalifah Sulaiman Al-Qanuni (1520-1566) merupakan
zaman kejayaan dan kebesaran Khilafah Usmaniyah. Pada masa ini, Khilafah
Usmaniyah telah jauh meninggalkan negara-negara Eropa di bidang militer, sains,
dan politik.
Namun sayang, setelah Sulaiman al-Qanuni meninggal dunia,
khilafah mulai mengalami kemerosotan terus-menerus. Banyak analisa menyebut, ada
dua faktor utama yang menyebabkan kemunduran Khilafah Usmaniyah. Pertama,
buruknya pemahaman Islam. Kedua, kesalahan dalam menerapkan Islam.
Pada
masa ini, terjadi banyak penyimpangan dalam pengangkatan khalifah, yang justru
tak tersentuh oleh undang-undang. Akibatnya, setelah berakhirnya kekuasaan
Sulaiman al-Qanuni, yang diangkat menjadi khalifah justru orang-orang yang tidak
mempunyai kelayakan.
Kelemahan Khilafah Usmaniyah pada abad ke-17 M itu
dimanfaatkan oleh Austria dan Venesia untuk memukul khilafah. Melalui Perjanjian
Carlowitz (1699 ), wilayah Hungaria, Slovenia, Kroasia, Hemenietz, Padolia,
Ukraina, Morea, dan sebagian Dalmatia lepas; masing-masing ke tangan Venesia dan
Habsburg.
Bahkan, Khilafah Usmaniyah terpaksa harus kehilangan
wilayahnya di Eropa, setelah kekalahannya dari Rusia dalam Perang Crimea pada
abad ke-18 Masehi. Nasib Khilafah Usmaniyah semakin tragis setelah dilakukannya
Perjanjian San Stefano (1878) dan Berlin (1887).
Di sisi lain, karena
lemahnya pemahaman terhadap Islam, para penguasa ketika itu mulai membuka diri
terhadap demokrasi, yang didukung oleh fatwa-fatwa syekh Islam yang penuh
kontroversi. Bahkan, dengan dibentuknya Dewan Tanzimat tahun 1839, cengkeraman
Barat di dunia Islam semakin kokoh.
Keadaan ini diperparah dengan
dirumuskannya Konstitusi 1876 oleh Gerakan Turki Muda, yang berusaha untuk
membatasi fungsi dan kewenangan khalifah. Boleh dikata, saat itu sedikit demi
sedikit telah terjadi sekularisasi terhadap Khilafah Islam.
Perjanjian
dengan Bizantium (1521), Prancis (1535), dan dengan Inggris (1580) membuat warga
non-Muslim mendapat hak-hak istimewa. Dengan hak-hak istimewa ini, populasi
orang-orang Kristen dan Yahudi di dalam negeri meningkat.
Kondisi ini
ini kemudian dimanfaatkan oleh kaum misionaris untuk melakukan gerakannya secara
intensif di dunia Islam sejak abad ke-16. Di tengah kemunduran intelektual yang
dihadapi oleh dunia Islam, mereka mendirikan berbagai pusat kajian, sebagai
kedok gerakan mereka.
Gerakan ini dimanfaatkan oleh Inggris, melalui
agennya, Ibn Saud, untuk menyulut pemberontakan di beberapa wilayah khilafah. Di
Eropa, wilayah-wilayah yang telah dikuasai oleh khilafah terus diprovokasi agar
melakukan pemberontakan sejak abad ke-19 hingga abad ke-20. Khilafah Usmaniyah
pada akhirnya kehilangan banyak wilayahnya, hingga yang tersisa kemudian hanya
Turki.
Konspirasi untuk meruntuhkan
Tahun 1855 negara-negara Eropa, khususnya Inggris, memaksa Khilafah
Usmaniyah untuk melakukan amandemen UUD. Maka, keluarlah Hemayun Script pada
tanggal 11 Pebruari 1855. Tahun 1908, Turki Muda yang berpusat di Salonika --
pusat komunitas Yahudi Dunamah -- melakukan pemberontakan.
Tanggal 18
Juni 1913, pemuda-pemuda Arab mengadakan kongres di Paris dan mengumumkan
Nasionalisme Arab. Inggris dan Prancis di belakang mereka.
Perang Dunia
I tahun 1914 dimanfaatkan oleh Inggris untuk menyerang Istanbul, dan menduduki
Gallipoli. Dari sinilah, kampanye Dardanelles yang terkenal itu mulai
dilancarkan. Pendudukan Inggris di kawasan ini juga dimanfaatkan untuk
mendongkrak popularitas Mustafa Kamal Pasha, yang sengaja dimunculkan sebagai
pahlawan dalam Perang Ana Forta, tahun 1915.
Sejarah kemudian mencatat,
Kamal Pasha -- pemuda asal Salonika -- akhirnya menjalankan agenda Inggris:
melakukan revolusi untuk menghancurkan khilafah Islam. Itu diawali dengan
perjanjian yang melahirkan "Persyaratan Curzon" pada 21 November 1923. Isinya,
Turki harus menghapuskan khilafah Islamiyah, mengusir khalifah, dan menyita
semua harta kekayaannya.
Persyaratan tersebut diterima oleh Mustafa
Kamal dan perjanjian ditandatangani pada 24 Juli 1923. Delapan bulan setelah
itu, tepatnya 3 Maret 1924, Kamal Pasha mengumumkan pemecatan khalifah,
pembubaran sistem khilafah, mengusir khalifah ke luar negeri, dan menjauhkan
Islam dari negara. Inilah titik klimaks revolusi yang dilakukan oleh Kamal
Attaturk dan menandai berakhirnya kekhalifahan Islam sejak zaman nabi
SAW.
Mustafa Kemal Jauhkan Ruh Islam dari Turki
Pria yang menjadi presiden
pertama Turki ini lahir dengan nama Mustafa pada 12 Maret 1881 di Tesalonika
(kini menjadi bagian Yunani). Ayahnya Ali Riza, seorang mantan pegawai rendahan
di kantor pemerintah, meninggal akibat TBC. Ibunya Zubeyde Hanim, adalah
Muslimah taat yang buta huruf.
Zubeyde memfokuskan hidupnya untuk
mengurus Mustafa. Karena taat Islam, ia berharap Mustafa menjadi ulama
faqih.
Namun jauh panggang dari api. Mustafa memilih berkarier di militer
sebelum akhirnya berhasil menggulingkan pemerintahan dan menjadi doktator baru
di Turki.
Tidak lama setelah berkuasa, ia menyatakan bahwa akan
menghancurkan Islam dalam kehidupan Turki. Menurutnya hanya dengan mengeliminasi
segala hal berbau Islam, Turki bisa 'maju' menjadi bangsa modern yang
dihormati.
Pada 3 Maret 1924, ia mengajukan UU yang menghapuskan khalifah
selamanya dan mendirikan negara Turki sekuler. Dengan membungkam dan mengancam
para penetangnya, ia berhasil menggolkan UU tersebut, dan khalifah sekeluarga
diasingkan ke Swiss.
Setelah menjadi diktator absolut, rakyat Turki
terpaksa menerima reformasi anti-Islam. Mereka dilarang berkopiah Turki dan
berjilbab, wajib berbusana Eropa, memakai aksara Latin, kalender Masehi, dan
hari Minggu sebagai hari libur. Ribuan ulama dan pengikutnya rela berkorban jiwa
daripada menerima kehancuran segala hal yang disucikan.
Mustafa Kemal
menetapkan agar tiap warga Turki mencantumkan nama keluarganya seperti
masyarakat Eropa dan Amerika. Ia juga memilih menggunakan nama "Attaturk"
atau Bapak Bangsa Turki.
Pada 1938, kesehatannya memburuk. Pada
10 November 1938, Mustafa Kemal akhirnya meninggal karena penyakit radang hati
yang disebabkan oleh alkohol yang selalu menemani hidupnya. (RioL)
(
uli/dam/wikipedia/berbagai sumber )
|
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar