Pertanyaan.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Apa hukum
melakukan kebiasaan tersembunyi (onani) ?
Jawaban
Melakukan kebiasaan
tersembunyi (onani), yaitu mengeluarkan mani dengan tangan atau lainnya hukumnya
adalah haram berdasarkan dalil Al-Qur’an dan Sunnah serta penelitian yang
benar.
Al-Qur’an mengatakan.
“Artinya : Dan orang-orang yang
menjaga kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak-budak yang
mereka miliki, maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. Barangsiapa
mencari yang di balik itu maka mereka itulah orang-orang yang melampui batas”
[Al-Mu’minun : 5-7]
Siapa saja mengikuti dorongan syahwatnya bukan pada
istrinya atau budaknya, maka ia telah “mencari yang di balik itu”, dan berarti
ia melanggar batas berdasarkan ayat di atas.
Rasulllah Shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda.
“Artinya : Wahai sekalian para pemuda,
barangsiapa di antara kamu yang mempunyai kemampuan hendaklah segera menikah,
karena nikah itu lebih menundukkan mata dan lebih menjaga kehormatan diri. Dan
barangsiapa yang belum mampu hendaknya berpuasa, karena puasa itu dapat
membentenginya”
Pada hadits ini Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
memerintahkan orang yang tidak mampu menikah agar berpuasa. Kalau sekiranya
melakukan onani itu boleh, tentu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
menganjurkannya. Oleh karena beliau tidak menganjurkannya, padahal mudah
dilakukan, maka secara pasti dapat diketahui bahwa melakukan onani itu tidak
boleh.
Penelitian yang benar pun telah membuktikan banyak bahaya yang
timbul akibat kebiasaan tersembunyi itu, sebagaimana telah dijelaskan oleh para
dokter. Ada bahayanya yang kembali kepada tubuh dan kepada system reproduksi,
kepada fikiran dan juga kepada sikap. Bahkan dapat menghambat pernikahan yang
sesungguhnya. Sebab apabila seseorang telah dapat memenuhi kebutuhan biologisnya
dengan cara seperti itu, maka boleh jadi ia tidak menghiraukan
pernikahan.
[As-ilah Muhimmah Ajaba ‘Alaiha Ibnu Utsaimin, hal.
9]
[Disalin dari buku Al-Fatawa Asy-Syar’iyyah Fi Al-Masa’il
Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa
Terkini-2, Darul Haq]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar