Senin, 22 April 2013

Berdzikir Bersama Inul

imageDibandrol Rp 75 Juta, “Berdzikir Bersama Inul” Belum Laku
imageReporter : Budi Sugiharto

detikcom - Surabaya, Surabaya heboh karena “Berdzikir Bersama Inul”. Meski mengundang kehebohan, namun tak juga mendorong lukisan karya KH Mustofa Bisri itu langsung laku. Lukisan yang dibandrol Rp 75 juta itu hingga Jumat (7/3/2003) belum terjual juga.

Lukisan itu masih terpajang di lokasi pameran Pekan Muharram 1424 H di Mesjid Agung Al Akbar, Surabaya. Sejak pameran dibuka pada 4 Maret lalu. Selain “Berdzikir Bersama Inul”, Gus Mus , begitu ulama NU ini akrab dipanggil, juga memamerkan lukisannya yang berjudul “Ayat Kursi” dan “Allah”. Dan kedua lukisan itu juga dibandrol dengan harga sama dengan lukisan Inul, yaitu Rp 75 juta.

Lukisan yang juga menyedot perhatian khalayak adalah karya Danarto yang berjudul “Gitu Aja Kok Repot”. Lukisan yang menggambarkan Gus Dur tertawa tengah dibisiki malaikat itu diberi label Rp 300 juta. Belum laku juga.

Gubernur Jatim Imam Utomo pada pembukaan pameran menyatakan ketertarikannya untuk memborong lukisan Gus Mus yang berjudul Ayat Kursi dan Allah. Namun setelah diberitakan media massa, niat itu dikabarkan batal. “Belum ada kepastian,” kata Wakil Ketua Panitia Abdullah Zaim.

Sekadar diketahui, lukisan “Berdzikir Bersama Inul” sempat memancing emosi sebagian warga Surabaya. Akibatnya, Masjid Al Akbar yang masih kinclong itu pun diancam dibakar pada Kamis kemarin. Pameran Pekan Muharram 1424 H akan berakhir Minggu, 9 Maret. Tertarik beli?

Hadapi Ancaman, Gus Mus Memilih Bersikap Dingin
Reporter : Budi Sugiharto

detikcom - Surabaya, Mustofa Bisri atau yang lebih dikenal dengan sebutan Gus Mus menanggapi dingin ancaman bakar terhadap Masjid Al Akbar karena memajang lukisan Inul Daratista yang dibuatnya. “Kalau nggak begitu bukan orang Indonesia yang sukanya ngancam,” kata Gus Mus.

Begitu juga dengan permintaan penurunan lukisan Inul, Gus Mus malah berseloroh sehingga membuat pengunjung tertawa. “Nanti kalau sudah selesai diturunkan sendiri,” kata Gus Mus di sela-sela acara Pekan Muharram 1424 H di Mesjid Agung Al Akbar, Surabaya, Kamis (6/3/2003)

Gus Mus menilai masyarakat kita sudah terlanjur dididik untuk memperhatikan dan memburu daging, sehingga dalam memandang masalah Inul jadi demikian. “Inul adalah daging paling sip, jadi semua suka sama Inul sekarang,” ujar Gus Mus.

Sementara itu suasana di Masjid Al Akbar pengunjung terus berdatangan untuk melihat lukisan Inul Daratista yang dibuat Gus Mus yang dipamerkan di lantai II. Lukisan tersebut akan dijual dengan harga Rp 75 juta.
(mar)


Karena Lukisan Inul, Mesjid Al Akbar Diancam Dibakar
Reporter : Budi Sugiharto

detikcom - Surabaya, Gara-gara lukisan “Berdzikir Bersama Inul” karya KH Mustofa Bisri yang dipamerkan di acara Pekan Muharram 1424 H di Mesjid Agung Al Akbar, Surabaya, pengurus mesjid menerima ancaman dari kelompok tertentu yang mengatasnamakan pemuda Islam.

Isi ancamannya, pemuda Islam akan marah dan membakar mesjid jika panitia tidak menurunkan lukisan karya tersebut. Ancaman itu diterima pengurus mesjid melalui telepon pukul 13.00 WIB, Kamis (6/3/2003).

Menurut Wakil Ketua Panitia Pekan Muharram 1424 H, Abdullah Zaim, saat menghubungi pengurus mesjid, sang penelepon gelap mengaku bernama Abdullah. Ia mendesak panitia segera mencopot lukisan yang dipamerkan di ruang Ash Shoffa, lantai 2 mesjid Al Akbar, tersebut. “Jika tidak pemuda Islam marah dan akan membakar mesjid,” kata Zaim menirukan ancaman si penelpon gelap.

Bahkan Abdullah sempat meninggalkan nomor telepon dengan kode area Solo. Tapi saat coba dihubungi Zaim, nomornya tulalit.

Menurut Zaim, meski ada ancaman, hingga kini pihaknya tidak akan menuruti kemauan si penelepon gelap itu. “Kita tetap berkoordinasi dengan aparat keamanan. Itu hanya perbuatan orang iseng,” katanya.

Pekan Muharram 1424 H di Mesjid Al Akbar itu diselenggarakan Harian Duta Masyarakat, 4-9 Maret 2003. Selain KH Mustofa Bisri alias Gus Mus, juga dipamerkan lukisan karya Danarto, Djoko Pekik, (alm) Amang Rahman, Zawawi Imron dan lain-lain.

Selain itu, ada pula pameran foto, orasi budaya, parade puisi, diskusi lingkungan hidup dan agama, orasi politik dari mantan Presiden Gus Dur pada 8 Maret mendatang. Acara akan ditutup oleh pagelaran wayang kulit.

Sejak dibuka oleh Gubernur Jatim Imam Utomo, lukisan Gus Mus itu memang banyak menyedot perhatian pengunjung Pekan Muharram. Pasalnya, di tengah pro kontra masyarakat terhadap goyangan ngebor Inul Daratista.

Lukisan yang dibandrol Rp 75 juta itu sendiri hingga kini belum laku terjual. Sedangkan Gus Mus sendiri yang ditemui saat pembukaan Pekan Muharram tak mau mengomentari karyanya. “Silakan masyarakat menilai sendiri. Ini sudah menjadi milik publik,” katanya

Soal Lukisannya, Gus Mus Minta Masyarakat Tafsirkan Sendiri
Reporter : Budi Sugiharto

detikHot - Surabaya,Kia NU yang juga seniman, KH. Mustofa Bisri enggan memberikan komentar soal lukisannya berjudul “Berzikir Bersama Inul”. Tetapi dia mengatakan masyarakt bebas untuk menafsirkannya.

“Sampean tafsirkan sendiri, bebas boleh apa saja sebebas-bebasnya. Karena ini sudah dipamerkan kepada umu, silakan umum yang menilainya,” kata Gus Mus, sapaan KH. Mustofa Bisri ketika dicegat wartawan disela-sela pembukaan Pekan Muharram 1424 Hijriyah di Mesjid Agung Al-Akbar Jl. Gayung Kebonsari, Surabaya, Selasa (4/3/2003).

Bahkan ketika ditanya soal ide goresan cat di kanvasnya itu, Gus Mus juga mengaku lupa kapan ide itu muncul. “Wah, lupa mas,” katanya singkat. Alasan lainnya, Gus Mus juga mengaku bukan pelukis profesional seperti pelukis ngetop lainnya.

“Saya bukan pelukis profesional, tapi pelukis biasa dan hanya sekedar melukis,” kata Gus Mus dengan merendah.

Pekan Muharram 1424 Hijriyah itu sendiri dibuka oleh Gubernur Jawa Timur Imam Utomo. Selain diramaikan dengan pameran lukisan sejumlah pelukis terkenal, seperti Danarto, juga pemeran fotografi sejumlah pewarta foto se-Jawa Timur dan diselenggarakan oleh Harian Duta Masyarakat.

Lukisan Gus Mus berukuran 60 cm x 50 cm itu paling menarik perhatian masyarakat umum, baik sebelum maupun ketika dibuka pameran. Gus Mus menorehkan catnya dengan mengambil objek Inul yang sedang menggoyang pinggulnya di tengah-tengah para kiai yang sedang berdzikir.

Untuk menunjukkan posisinya, Gus Mus membubuhkan tulisan 'aku' di salah satu kiai yang digambarkan sedang khusuk dalam berdzikir. Apa maksudnya? Sayanganya Gus Mus yang dicegat wartawan menjelang pembukaan Pekan Muharram yang diadakan Harian Duta Masyarakat, enggan berkomentar.

imageKarya KH Mustofa Bisri "Berdzikir Bersama Inul" Laris
Reporter : Budi Sugiharto

detikHot - Surabaya,Inul kian santer. Kali ini dalam bentuk lukisan. Meski belum dibuka secara resmi, lukisan 'Berdzikir bersama Inul' karya KH Mustofa Bisri dan 'Begitu aja kok repot' karya Danarto laris menyedot perhatian masyarakat yang mengunjungi Pekan Muharram 1424 H di Masjid Agung Al Akbar, Jl Gayung Kebonsari, Surabaya, Selasa (4/3/2003).

Lukisan berukuran 60 cm x 50 cm itu ramai mendapat sambutan karena dinilai sungguh berani dan melawan arus. Bagaimana tidak? Dalam lukisaanya, Gus Mus demikian Mustofa Bisri biasa dipanggil, menorehkan catnya dengan mengambil objek Inul yang sedang menggoyang pinggulnya di tengah-tengah para kiai yang sedang berdzikir.

Untuk menunjukkan posisinya, Gus Mus membubuhkan tulisan 'aku' di salah satu kiai yang digambarkan sedang khusuk dalam berdzikir. Apa maksudnya? Sayanganya Gus Mus yang dicegat wartawan menjelang pembukaan Pekan Muharram yang diadakan Harian Duta Masyarakat, enggan berkomentar.

Namun salah satu kawan dekatnya yang juga sesama pelukis menafsirkan bahwa makna lukisan 'kontroversial' itu sebagai simbol keberadaan Gus Mus yang tidak terjebak persoalan goyangan Inul yang dinilai meresahkan masyarakat itu.

"Saya menilai Gus Mus ingin membela seorang wanita bernama Inul yang sedang tertindas karena di sana-sini muncul pencekalan akibat gaya tariannya," ungkap Danarto, salah seorang pelukis kenamaan asal Jakarta yang juga kawan Gus Mus.

Menurutnya, Gus Mus sebagai kiai yang arif dan bijaksana tidak ingin terseret untuk ikut memojokkan Inul. "Barangkali lukisan itu sebagai bentuk introspeksi kepada semuanya. Bahwa seorang Inul mampu membuat gembira rakyat miskin sedangkan 'mereka' termasuk elit politik justru menambah persoalan bagi rakyat miskin," katanya menganalisis.

Lukisan itu juga bisa diartikan sebagai permintaan kepada para kiai/ulama dan elite politik untuk lebih memikirkan bagaimana membangun dan memakmurkan rakyat Indonesia. "Tidak usah terjebak mempersoalkan Inul melulu, lha para kiai sedang terjebak pada kebingunganya masing-masing kemudian menemukan objek baru ..lalu itu yang dikejar," ujarnya sembari tersenyum.

Demikian pula kata Danarto, lukisan ini bisa juga otokrtik bagi keberadaan Majelis Ulama Indonesia yang telah ikut-ikutan mencekal Inul. "Bisa ditafsirkan juga kalau MUI tidak usah memburu Inul tapi yang lebih penting memburu koruptor," tegasnya memberikan sejumlah pandangan sebagai sesama pelukis.

Tapi ia buru-buru menegaskan jika lukisan itu bisa diintreprestasikan berbagai macam di atas kebabesan yang melekat di tubuh seorang seniman. " Silakan lukisan yang ada itu diartikan sendiri-sendiri..tidak ada yang melarang kok," tambahnya.

Gitu Aja Kok Repot

imageSelain lukisan "Berdzikir bersama Inul", perhatian pengunjung juga tersita disebuah lukisan raksasa berjudul "Gitu Aja Kok Repot" karya Danarto. Dalam lukisan yang dibuat tahun 2000 itu digambarkan sosok Gus Dur sedang mendapat bisikan malaikat.

Gus Dur yang dilukiskan dengan berpakaian jas kemeja lengkap terlihat tertawa lepas. "Silakan berimajinasi atas nama kebebasan. Sebab seorang kiai pasti takut melukis ini karena khawatir para santrinya mengira dirinya pernah bertemu malaikat. Saya sendiri tidak pernah bertemu. Inilah kekebasan berimajinasi sebagai seniman," paparnya.

Yang menarik katanya, malaikat yang bersayap itu sering diartikan sebuah partai politik karena dalam sayapnya ditorehkan cat dengan warna hijau, merah, biru dan kuning. "Ndak ada unsur politisnya. Saya buat dengan warna itu memang karena saya suka. Suka kegembiraan," jawabnya.

Yang jelas, kata Danarto, makna yang terjadi bahwa lukisan itu sebuah simbol pertemuan akherat dengan unsur duniawi. "Kalau itu terwujud maka kemakmuran bangsa ini akan tercapai," jawabnya.

Mengapa yang pilih sosok Gus Dur? "Saya berteman dengan Gus Dur sejak tahun 1980 dan saya terkesan dengan kepribadiannya yang cerdas, jenaka, toleran serta pruralisme bisa berdiri diatas semua golongan," jelasnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar