Kamis, 13 Februari 2014

Sejarah 9

'Lupakan Saja Jakarta'
Batam dipromosikan sebagai kawasan dekat Singapura. Hal ini menguntungkan atau merugikan? ''Pesaing Anda telah bersiap-siap,'' tegas Akel E Biltaji, mengingatkan. Biltaji adalah ketua Otorita Kawasan Ekonomi Spesial Aqaba, Yordania. Ia menyatakan hal itu ketika menerima rombongan dari Otorita Batam yang bertamu kepadanya. Ia memuji Indonesia karena telah memiliki Otorita Batam sejak 1971, tapi ia menyayangkan, karena perkembangannya tak menggembirakan.

Tak menggembirakan, karena hingga kini, penetapan Batam sebagai kawasan perdagangan bebas belum juga tuntas. Masih ada tarik ulur kepentingan, antara yang menginginkan seluruh wilayah Batam sebagai kawasan perdagangan bebas dan yang menginginkan pembentukan kawasan perdagangan bebas yang terkotak-kotak (enclave).

Pihak yang menginginkan pengelolaan kawasan perdagangan bebas dalam kantong-kantong itu, bertujuan memberi peluang kepada pemerintah daerah untuk ikut mengelola Batam. Sedangkan pihak yang menginginkan pengelolaan kawasan perdagangan bebas menyeluruh di kawasan Batam memandang pemerintah daerah tak perlu campur tangan urusan investasi di batam. Justru pemerintah daerah perlu membina masyarakat yang harus alih profesi akibat tersingkir dari industrialisasi di Batam.

Keterlibatan birokrasi pemerintah daerah dalam mengelola investasi di Batam bisa berdampak negatif. ''Akhir-akhir ini sudah ada keluhan dari luar negeri. Ada pejabat lembaga tertentu di pemerintahan yang sudah berani meminta oleh-oleh,'' ujar Ismeth Abdullah, ketua Otorita Batam.

Belum adanya kepastian hukum soal kawasan perdagangan bebas Batam, membuat situasi menjadi dilematis. Investor asing ragu-ragu, otorita dan pemerintah daerah bersaing pengaruh. ''Undang-undang diperlukan untuk menjamin kejelasan. Jangan sampai investor menjadi sapi perah dan dipersulit,'' kata Ismeth.

Menurut konsultan Otorita Batam, Abdul Karem Lesar, jika tahun ini UU tentang kawasan perdagangan bebas Batam tak disahkan, Indonesia akan kehilangan momen menarik investasi langsung melalui Batam. Apalagi, dengan posisi geografisnya, Batam menjadi kawasan strategis tujuan invetasi asing di Asia Tenggara. ''Kita masih menunggu undang-undangnya, yang dijanjikan selesai akhir 2003 ini,'' kata Ismeth.

Biltaji menyarankan agar Otorita Batam segera mengoperasikan kawasan perdagangan bebas. ''Jangan terlalu lama. Pesaing Anda telah bersiap-siap,'' kata Biltaji. Kata Beltaji, banyak negara di Asia yang sudah menyiapkan kawasan bebas perdagangan. ''Di Batam, semuanya sudah ada. Laksanakan,'' tegas Biltaji memberi dukungan.

Belum juga disahkannya undang-undang kawasan perdagangan bebas Batam membuat situasi menjadi terkatung-katung. Hal ini, menurut Karim, membuat investor merasa tak nyaman, dan mengalami kesulitan membuat rencana bisnis. Kata Karim, investor yang sudah menanamkan investasinya di Batam, kini sangat berhati-hati untuk menyetujui rencana kenaikan upah minimum kota (UMK) Batam. ''Karena perhitungan bisnis ke depan menjadi tidak pasti akibat ketidakpastian status Batam,'' jelas Karim.

Ismeth optimistis, jika undang-udangnya nanti sudah disahkan, nilai investasi di Batam akan terdongkrak cepat. ''Pada 2005, diperkirakan bisa mencapai 4,2 miliar dolar Amerika dengan jumlah pabrik mencapai 1.000,'' kata Ismeth.

Prediksi ini tentu menggembriakan, sebab sejak 1971 hingga 2002, nilai investasi di Batam hanya 3,7 miliar dolar AS. Jumlah pabrik sebanyak 650 buah. Tahun ini, sudah ada sekitar 20 investor multinasional raksasa yang ingin menanamkan investasinya di Batam, Tapi, kata Ismeth, mereka belum merealisasikannya karena masih harus menunggu perkembangan status Batam. ''Untuk mengelola kawasan perdagangan bebas, kita membutuhkan kepastian hukum dan otoritas yang mutlak, yang tak boleh diganggu oleh lembaga lain,'' kata Biltaji saat Ismeth dan rombongan menemuinya di Aqaba, Yordania.

Di Aqaba, misalnya, kata Biltaji, mendapat dukungan penuh dari Raja Yordania. Untuk menarik minat investor, salah satu fasilitas yang disediakan adalah pemberian hak kepada investor untuk menyewa tanah selama 20 tahun dengan sistem lelang.

Dalam kesempatan roadshow ke berbagai negara yang telah mengelola kawasan perdagangan bebas, tim Otorita Batam kadang menemukan pertanyaan pahit. ''Ada yang merasa heran, mengapa Indonesia sebagai negara yang besar ini tak mempunyai kawasan perdagangan bebas,'' kata Moch Priyanto, deputi Administrasi dan Perencanaan Otorita Batam.

Kawasan perdagangan bebas dipahami sebagai kawasan yang ditetapkan oleh pemerintah sebagai lokasi spesifik, dengan aturan hukum yang spesial dengan dilengkapi fasilitas pendukung dan pengecualian sehingga menjadi kawasan yang menarik bagi investasi. Di kawasan ini, investor bisa mengembangkan perdagangan internasional, baik hanya sebagai tempat transit ataupun ekspor impor.

Di Lebanon, kata Samih N Barbir, direktur pelaksana Otorita Pengembangan Investasi Lebanon, insentif yang diberikan kepada investor sebagaimana halnya insentif yang diberikan oleh negara-negara lain yang juga mengelola kawasan perdagangan bebas. Misalnya pajak penghasilan hanya dikenakan sebesar lima persen. Pengurusan administrasi, juga diupayakan sehari jadi.

Cuma, dalam setiap lawatan, dalam pengantarnya, pihak Otorita Batam selalu mengungkapkan salah satu kelebihan Batam, yaitu dekat dengan Singapura. ''Anda sangat dekat dengan Batam. Untuk menjaga stabilitas Batam, harus memotong transportasi dari Singapura,'' usul Biltaji.

Promisi Batam dekat dengan Singapura mengindikasikan bahwa untuk bisa tiba di Batam, harus transit di Singapura, sebagai kota terdekat. Transit di Jakarta jelas jauh. Langsung ke Batam, belum ada maskapai internasional yang masuk ke Batam. ''Lupakan Jakarta, kerjakan sekarang. Lupakan parlemen. Sebab parlemen akan mengatakan kepada Anda bagaimana Anda harus mengelola bisnis,'' kata Biltaji. (RioL)

Lawatan ke Lebanon dan Yordania (2)
Yordania Berupaya Melepas Ketergantungan


Tadinya, tak ada yang istimewa dari Aqaba. ''Aqaba hanyalah kota tempat membuang orang,'' kata Akel E Biltaji, ketua Otorita Kawasan Ekonomi Spesial Aqaba, Yordania.

Kerja keras mulai mengubah wajah Aqaba. Bahkan, Aqaba akan diandalkan sebagai kawasan investasi yang menarik. Pada 2001 lalu, Aqaba telah ditetapkan sebagai kawasan ekonomi spesial, yang mendapat dukungan 100 persen dari raja. Sejak itu, seluruh wilayah kota Aqaba menjadi kawasan perdagangan bebas.

Aqaba --sekitar 3,5 jam perjalanan darat dari Amman-- mempunyai pelabuhan laut di Laut Merah yang telah dijadikan sebagai kawasan perdagangan bebas sejak 1973. Kawasan ini dikelola oleh The Free Zone Corporations, di bawah tanggung jawab menteri keuangan. Free Zones Corporation juga mengelola empat kawasan lain, yaitu Zarqa (1983), Sahab (1997), pelabuhan udara (1998), dan Alkarak (mulai dibangun sejak 2001). Di luar kawasan ini, ada sekitar 19 kawasan perdagangan bebas swasta.

Yordania tercatat sebagai negara nomor tiga terbesar penerima bantuan dari AS. Dengan kawasan bebas perdagangan inilah, Yordania berupaya mengurangi ketergantungan dari negeri pendonor. Pada 2003, investasi langsung ke Yordania hingga Agustus mencapai 140,6 miliar dolar AS. Pada 2002, nilai investasi di kawasan yang dikelola Free Zones Corporation mencapai 494,1 miliar dinar Yordania, dan investasi di 19 kawasan swasta mencapai 1.222,3 miliar dinar (1 dolar AS setara 1,5 dinar).

Beltaji menjelaskan pemilihan Aqaba sebagai kawasan spesial lantaran letak strategisnya: dekat dengan Asia. Di Aqaba, ada pelabuhan udara dan pelabuhan laut. Aqaba menjadi kawasan pertama yang ditetapkan sebagai kawasan bebas perdagangan. ''Ide pembentukan kawasan bebas perdagangan di Yordania muncul pada 1966. Studi kelayakan menunjukkan manfaat dari pendirian kawasan perdagangan bebas di Pelabuhan Aqaba,'' jelas Direktur Jenderal Free Zones Corporation, Ali Madadha.

Pada periode 1995-1998, Free Zones Corporation mengembangkan kawasan dan mengelolanya dengan pelayanan dan dukungan infrastruktur. Dampaknya tergambar di tahun-tahun berikutnya: ada pertambahan pendapatan tiap tahunnya. Pendapatan pada 2002 mencapai 9 miliar dinar, jauh melampau pendapatan pada 1995 yang baru 4,7 miliar dinar. ''Kawasan perdagangan bebas bisa mempercepat pertumbuhan ekonomi, lapangan kerja, dan sumber uang di dalam negeri menjadi lebih banyak,'' ujar Biltaji.

Karena letaknya yang strategis, Aqaba akan dijadikan andalan baru Yordania. Jalan bebas hambatan sepanjang 8.000 km tengah dibangun. Jalan ini akan menghubungkan Aqaba dengan negara-negara tetangga dan Eropa, melewati Suriah dan Turki. Dijadikannya Aqaba sebagai kawasan spesial, menurut Abiltaji, bukan untuk menyaingi kawasan-kawasan lain. ''Justru kita saling mendukung,'' kata Abiltaji.

Kehadiran Aqaba sebagai kawasan spesial telah membawa Yordania pada era baru: tak bergantung pada pemerintah dan parlemen. Dengan transformasi ini, Yordania berharap bisa memiliki kembali kejayaan masa lalunya lewat pengelolaan perdagangan, pariwisata, dan budaya. Tahun 4.000 SM, Aqaba (dulu dikenal sebagai Ayla) telah tumbuh menjadi kota pelabuhan di Laut Merah yang strategis bagi rute perdagangan Asia, Eropa, dan Afrika.

Kini, kesibukan terus muncul di Yordania pascainvasi AS ke Irak. Setiap bulan, Yordania mengimpor sekitar 13 ribu-14 ribu kendaraan bekas dari Korea, Jerman, dan Belgia untuk kemudian diekspor lagi ke Irak.

Negeri dengan pendapatan per kapita mencapai 1.700 dolar AS itu, sebagaimana halnya Lebanon, juga miskin sumber daya alam. Pada 1949 hingga 1967, Yordania mempunyai kawasan yang paling produktif yaitu Tepi Barat. Tapi pendudukan Israel di Tepi Barat sangat mempengaruhi perkembangan ekonomi Yordania. Kendati begitu, Yordania tak dendam pada Israel. Bersama Israel dan Mesir, membuat kerja sama regional untuk bekerja sama dengan AS. Dengan AS telah menjalin kerja sama perdagangan bebas pada 2001 --menjadi satu-satunya negara Arab yang menjalin kerja sama perdagangan bebas dengan AS. ''Hal ini mendorong seimbangnya neraca perdagangan Yordania pada 2002,'' ungkap Madadha.

Pada 2002 lalu, tercatat ada 107 kontrak ienvestasi baru di kawasan perdagangan bebas. Sebanyak 53 kontrak di antaranya adalah investasi sektor jasa dan pariwisata. Sebanyak 43 kontrak merupkana investasi bidang perdagangan dan 11 kontrak adalah investasi bidang industri. Dari jumlah total 1.322 kontrak investasi, sebanyak 217 merupakan investasi jasa dan pariwisata. Sebanyak 1.013 adalah kontrak untuk investasi perdagangan.

Sektor jasa dan pariwisata dengan capaian investasi sebanyak 20 persen, kini juga tengah digenjot Yordania. Dengan julukan sebagai 'Tanah Para Nabi' Yordania hendak menjual keindahan budaya masa lampau. Di sini, diklaim ada Gua Kahfi --yang tengah dibenahi. Ada pula situs peristirahatan Nabi Musa dan situs tua Petra, dan tentu saja Laut Mati. Yordania ingin mengejar ketertinggalan dari negeri-negeri Arab lainnya. ''Kita harus melihat ke depan. Kita harus berubah, dan perubahan yang kita buat harus berjalan konstan,'' tegas Biltaji.

Lewat kawasan perdagangan bebas itu, Yordania terus bekerja keras. ''Apabila kita tak mengerjakan sesuatu, kita tak akan bisa mendorong investasi,'' tukas Biltaji.

Lawatan ke Lebanon dan Yordania (1)
Beirut yang Takkan Menyerah

Oktober lalu, Republika mengikuti rombongan tim Otorita Batam yang melakukan lawatan ke Lebanon dan Jordania. Di dua negara itu, Otorita Batam melakukan studi banding mengenai pengelolaan kawasan perdagangan bebas. Berikut laporan dari lawatan selama sepekan itu.

Meski bertetangga, Lebanon tak sudi menerima uluran tangan Israel. Maka, tak ada satu sen pun dana investasi Israel di Lebanon.

Pascaperang saudara, Lebanon sangat membutuhkan banyak dana. Tapi, Lebanon tak ingin sekalipun melirik Israel. Lebanon memilih melirik negara-negara Arab lainnya, seperti Arab Saudi, Mesir, dan Kuwait.

Investasi dari Arab mencapai 53,8 persen dari total investasi pada 2002. Dari Uni Emirat Arab (UEA) mencapai 29,3 persen, dan dari Kuwait 15,4 persen.

Perang saudara selama belasan tahun itu telah membuat Lebanon hancur. Awal 1990-an, Lebanon mencoba berbenah diri. Bagaimana Lebanon membangun kembali? ''Kami tak membuat sesuatu yang baru,'' kata Samih N Barbir, direktur pelaksana Otorita Pengembangan Investasi Lebanon.

Yang dilakukan Lebanon adalah membangun lagi bangunan-bangunan lama yang rusak akibat perang saudara itu. Bersama Mesir, Suriah, Bahrain, dan negara-negara Arab lain, Lebanon segera menghidupkan kembali perdagangan bebas di antara mereka.

Pada 2002, Lebanon berhasil menarik investasi langsung senilai 650 dolar AS. Ini buah dari pengelolaan tiga kawasan perdagangan bebas dengan segala fasilitas yang disediakan: Pelabuhan Beirut, Pelabuhan Tripoli, dan Bellfort. Nilai investasi 2002 itu merupakan angka investasi tertinggi sejak 1990, saat Lebanon memulai membangun kembali negerinya.

Tak ada sumber daya alam yang memadai di Lebanon. Maka, mereka tak bisa mengeruk pasir, mengebor minyak, menambang batubara, dan sebagainya. Tapi, mereka bisa mengembangkan pariwisata. Menurut data di Kementerian Ekonomi dan Perdagangan Lebanon, sekitar 85 persen dari nilai investasi yang masuk Lebanon itu ditanamkan untuk pariwisata dan jasa pendukungnya.

Pada awal 1990 itu, Lebanon segera membenahi Pelabuhan Beirut --zona perdagangan bebas terbesar di Lebanon yang pernah menjadi sentra perdagangan internasional bergengsi di Timur Tengah hingga pertengahan 1970-an. Lebanon ingin mengejar Abu Dhabi, UEA --tempat larinya investasi akibat situasi yang tak menentu di Lebanon selama perang saudara-- yang kini maju pesat .

Pelabuhan Beirutlah, dulu, andalan Lebanon bagi keluar-masuknya barang ke dan dari Timur Tengah. Di tahun 1960-an, Pelabuhan Beirut telah mampu menaikturunkan kontainer sebanyak 5,3 juta ton. Pelabuhan Beirutlah salah satu zone perdagangan bebas yang dimiliki Lebanon. Pada 2002 lalu, angka ekspor dari pelabuhan ini mencapai satu miliar dolar AS.

Di awal 1990-an, Lebanon harus membangun kembali pelabuhan yang sudah ada sejak tahun 15 SM itu. Pelabuhan pun diperluas sehingga mampu menaikturunkan kontainer sekitar 300 ribu TEUS per bulan pada 2001. Saat ini, Pelabuhan Beirut masih menjadi pelabuhan terbesar Lebanon. Berada di garis bujur 35 derajat 57 menit dan garis lintang 35 derajat 15 menit, Pelabuhan Beirut menjadi bagian depan pusat pertemuan benua Eropa, Asia, dan Afrika. Posisi yang cukup strategis. Karenanya, kata Kepala Otorita Pelabuhan Beirut, Hassan Kariem, ''Kami ingin menjadi pusat pasar bebas ekonomi bagi perusahaan-perusahaan dari berbagai negara.''

Pada 2000 dan 2001, Pelabuhan Beirut menjadi tempat transit bagi 172.863 ton kontainer yang akan dikirim ke Jordania (11 persen), Irak (11 persen), dan negara lainnya di negeri Arab. Selama 1990 hingga 1999 kontainer yang transit di Pelabuhan Beirut telah mencapai 1.111.677 ton. Sebanyak 89 persen bertujuan ke Jordania. Kurun setelah pembangunan kembali Pelabuhan Beirut merupakan awal kebangkitan ekonomi Lebanon. Pada kurun 1980 hingga 1989, kontainer yang transit di Pelabuhan Beirut hanya 453.153 ton dengan tujuan Jordania (25 persen), Irak (21 persen), dan negara lain di negeri Arab.

Hidupnya kembali Pelabuhan Beirut mampu mendorong investasi. Sebagian besar adalah investasi pariwisata. Ada satu juta wisatawan setiap tahunnya berkunjung ke Lebanon. Lebanon patut bersyukur menjadi 'negeri yang memperhatikan lingkungan': Lebanon pandai merawat lingkungan. Lebanon juga 'negeri yang menjunjung budaya': Lebanon sangat memelihara peninggalan bersejarah. Lebanon juga 'negeri yang menjadi pusat perdagangan internasional'. ''Tiga hal itu menjadi kekuatan Lebanon yang sebenarnya bisa kita manfaatkan bagi kemajuan perdagangan luar negeri Indonesia,'' kata Duta Besar Indonesia untuk Lebanon, Abdullah Syarwani.

Sayangnya, kata Syarwani, belum banyak pengusaha Indonesia yang melirik Lebanon sebagai pintu masuk ke nagara-negara di Timur Tengah, Afrika, dan Eropa. Zona perdagangan bebas di Lebanon, kata Syarwani, adalah sarana yang bisa dimanfaatkan pengusaha Indonesia untuk ekspor ke Rusia, Rumania, Timur Tengah, Amerika Latin, Afrika.

Selain investasi langsung dari Arab, UEA, dan Kuwait, Lebanon juga beruntung mempunyai jutaan warga di luar negeri yang selalu ingat tanah airnya. Ada 15 juta lebih warga Lebanon yang tinggal di luar Lebanon. Di Lebanon sendiri, hanya tersisa empat juta penduduk.

Perang saudara selama belasan tahun itu telah membuat orang-orang Lebanon berimigrasi. Sukses di luar negeri, mendorong mereka ikut membangun kembali negerinya. Pada 2001, jumlah remittance (pengiriman uang) dari mereka mencapai 2,4 miliar dolar AS. Remittance ini mulai terasa sejak 1998, yang mencapai 1,6 miliar dolar AS tiap tahunnya.

Lebih dari 10 tahun membangun, pendapatan per kapita Lebanon telah mencapai 4.800 dolar AS pada 2002. Kurs dolar pun jatuh di Lebanon. Satu dolar AS setara dengan 0,7 lira Lebanon. Sebuah ketegasan yang menandakan tiadanya patah semangat bagi Lebanon. Poster besar bergambar kota Beirut dengan latar belakang Laut Tengah dan bertulis 'Beirut, kota yang takkan menyerah' terpajang di lobi kantor Kementerian Ekonomi dan Perdagangan Lebanon. Sebuah penegasan, bahwa kota tua itu tak ingin terkubur oleh perkembangan zaman.

Pengembangan kawasan perdagangan bebas telah membantu Lebanon meraih kembali kehidupannya, tanpa harus bergantung pada Israel, negeri yang telah menyumbang kehancuran Lebanon. Israel telanjur menjadi momok bagi Lebanon. Pembentukan negara Israel pada 1948, berdampak pada hancurnya Lebanon. Pecahnya perang saudara, dipercaya mereka karena ada campur tangan Israel.

Sekarang, mintalah peta kepada orang-orang Lebanon. Susah menemukan kata Israel tertulis dalam peta --sebagai negara tetangga Lebanon. Meski di situ tertera garis batas negara, tak ada keterangan nama negara di sana soal wilayah di selatan Lebanon itu. Lalu tanyakan kepada orang-orang Lebanon, ''Mengapa tak tertulis Israel di sana?'' Jawaban Samih N Barbir, direktur pelaksana Otorita Pengembangan Investasi Lebanon, bisa mewakili sikap orang-orang Lebanon. ''Kami tetap mendukung Palestina,'' kata Barbir menjawab Republika. (RioL)

Oleh : Priyantono Oemar

Tidak ada komentar:

Posting Komentar