Rabu, 30 November 2011

Cerita perjuangan nyata


Cerita ini saya ambil dari kisah kedua orang tua saya yang berjuang melewati liku-liku kehidupan yyang sangat rumit dan memilukan.

Dulu, waktu ayah saya menikah dengan ibu saya, mereka berdua hidup sangat serba kekurangan. Ayah saya pengangguran, begitu juga ibu saya. Setiap hari ayah saya hanya pergi ke pasar dengan motor bututnya, untuk melihat orang-orang yang sedang bekerja di pasar. Lalu ayah saya berpikir “mereka setiap hari datang dan pergi selalu menghasilkan uang, akan tetapi mengapa saya tidak bias seperti mereka?”. Akan tetapi ayah saya sadar dan menyesal, karena semasanya dulu, beliau tidak begitu berfikir tentang pekerjaan dan kehidupan di hari kemudian. Beliau beranggapan bahwa pendidikan akan mampu membuat hidup lebih baik. Akan tetapi semua itu belum tentu benar. Meskipun ilmunya setinggi apapun, jika tidak mempunyai ketrampilan kerja, maka semua itu akan sia-sia.
                Di sisi lain, ibu saya dirumah hanya mengurus saya. Setiap hari beliau mencuci semua pakaian kami. Pada waktu tersebut, ibu saya mengidap penyakit (………….), sehingga membuat kondisi fisiknya lemah. Menurut bidan, penyaki tersebur justru harus diobati dengan banyak meminum air, yang menurut logika, justru akan menimbulkan penyakit yang lebih parah dan sangat berbahaya. Dengan tidak adanya modal hidup, ibu saya nekat berobat, dengan modal yang sangat tidak mencukupi. Alhamdulillah, penyakit tersebut bias disembuhkan, dengan waktu yang cukup lama, dan modal yang sangat tidak layak.
                Untuk mencukupi kebutuhan hidup, ayah saya bekerja sebagai penjual sabun mandi keliling. Dengan modal yang sangat sedikit, ayah saya nekat untuk mencari rizki yang halal. Setiap hari, ayah  saya pergi ke kota untuk membeli sabun untuk dijual kembali dengan menaiki motor bututnya. Akan tetapi, hasilnya sangat tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup. Bayangkan saja, bekerja sejak pagi sebelum saya bangun, dan pulang ke rumah sesudah saya terlelap, hanya mendapatkan laba Rp 2.000,- sungguh hasil yang sangat tidak memuaskan.
Setelah saya berusia 15 bulan, lahirlah adik saya yang perempuan. Dengan penghasilan yang  tidak memadai, rumah rusak berat, mempunyai momongan 2, ayah saya bertekat untuk bekerja dengan lebih sungguh-sungguh. Setiap hari saya di momong oleh nenek saya, dan adik saya di momong oleh tetangga saya.. sementara itu, ibu saya ikut membantu ayah saya untuk bekerja sebagai penjual sabun keliling.
Waktu demi waktu kemudian, orang tua saya merasa bahwa semua itu sangat kurang, dan ayah saya sempat berfikir akan bertransmigrasi. Akan tetapi, keputusan tersebut tidak disetujui oleh ibu saya. Beliau masih merasa harus merawat nenek saya yang hidup sebatang kara di rumah. Lalu mereka di kenalkan oleh paman saya, kepada temanya yang berada di sidoarjo, yang mempunyai usaha sebagai pembuat sepatu. Kemudian orang tua saya dititipi sebagian dagangan sepatu untuk dijual di daerah kami. Setiap hari orang tua saya keliling untuk memasarkan sepatu-sepatunya di sekolah-sekolah. Mereka setiap hari hanya member hutangan kepada guru-guru di sekolah-sekolah dasar yang berminat membeli sepatu, dan pada awal bulan berikutnya, mereka datang kembali ke sekolah-sekolah untuk menagih pembayaran dari sepatu-sepatu tersebut oleh guru yang baru saja menerima gaji bulanan.
Akan tetapi, pada musim liburan sekolah, tidak ada lagi guru-guru yang membeli sepatu-sepatu mereka. Iya kalu pegawai negeri, meskioun libur, gaji mereka akan tetap datang sendiri. Kemudian mereka membuat took kecil yan berada di samping rumah, yang isinya hanya sebuah lamari kayu, dan sisa-sisa sepatu yang tidak terjual tersebut. Semenjak saat itu, mereka mulai berkembang.
Mula-mula, mereka membeli pakan ternak satu sak, untuk dijual eceran per-kilogram. Berikutnya, mereka membeli pupuk per sak, untuk dijual perkilogram juga. Waktu demi waktu, mereka bisa membuat toko di depan rumah. Setiap hari mereka bersungguh-sungguh untuk bekerja dan beribadah. Sehingga kami pun mulai bias berubah kahidupannya. Alhamdilillah, sekarang kami hidup sudah lebih dari cukup. Kami sangat bersyukur telah diberi kenikmatan yang amat sangat berbeda dengan waktu dahulu tersebut.

Jadi, pendidikan yang tinggi belum tentu akan menjadi jalan hidup bagi diri sendiri. Memang pendidikan itu sangat penting, akan tetapi jika tidak didampingi oleh keterempilan kerja, maka hasilnya tidak akan maksimal. Jangan berfikir pendidikan itu tidak penting, karena dengan pendidikan, kita pasti akan lebih berhasil. Dan bagi kita yang tidak mampu untuk mendapatkan pendidikan, janganlah berputus asa, karena kita mempunyai potensi sendiri-sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar